Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sisi Lain Istana: Belajar dari Kegaduhan

Kompas.com - 05/08/2014, 15:11 WIB


KOMPAS.com - SAAT Presiden Soekarno memimpin sidang kabinet di Istana pada 11 Maret 1966, Komandan Resimen Tjakrabirawa Brigjen Sabur memberikan secarik kertas. Ajudan senior presiden yang khawatir nasib Soekarno itu memberitahukan adanya pasukan tak dikenal di depan Istana.

Situasi politik pasca peristiwa 30 September 1965, yang terus bergejolak, hingga gelombang aksi mahasiswa dan pelajar yang menuntut pembubaran PKI, reshuffle kabinet, dan penurunan harga itu membuat Presiden goyah. Soekarno yang digambarkan agak panik dalam buku sejarah kemudian tergesa-gesa menutup sidang dan meninggalkan Istana.

Kepergian Soekarno ke Istana Bogor disusul tiga jenderal, yakni Amir Machmud, M Jusuf, dan Basuki Rahmat, yang selanjutnya mendapat surat perintah Presiden yang dikenal dengan Surat Perintah Sebelas Maret. Itulah penanda masa transisi Pemerintahan Orde Lama yang dipimpin Soekarno ke Orde Baru yang dipimpin Letjen Soeharto selaku Panglima Angkatan Darat.

Masa transisi, yang waktu itu acap disebut peralihan dari situasi chaos ke masa tertib dan bersih dari penyelewengan, tak pelak sarat dengan kegaduhan dan gonjang-ganjing politik. Hingga akhirnya, Soeharto berkuasa setelah dilantik pejabat presiden pada 12 Maret 1967 hingga berhenti 20 Mei 1998.

Presiden BJ Habibie yang ditunjuk Presiden Soeharto menggantikan boleh dibilang tak dapat berbuat banyak. Masa pemerintahan yang cuma setahun sejak 21 Mei 1998, meskipun kondisi perekonomian pasca krisis tahun 1997 dinilai cenderung membaik, kepemimpinan Habibie dikritik habis. Apalagi setelah menggelar jajak pendapat hingga lepasnya Timor Timur jadi negara merdeka, Habibie pun ”digusur”. Pertanggungjawabannya ditolak MPR pada 20 Oktober 1999.

Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang terpilih lewat voting dalam Sidang Umum MPR dan dilantik menjadi presiden ke-3 RI saat itu, setelah mengalahkan Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri—pemenang Pemilu 1999—hanya bertahan kurang dua tahun. Gus Dur juga dicopot, dan digantikan wapresnya, Megawati Soekarnoputri.

Saat Pemilu Presiden (Pilpres) 2004 yang pertama kali digelar secara langsung, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) unggul dan dilantik menjadi presiden dan wapres ke-6 RI. Meskipun banyak dipuji menggelar pilpres secara demokratis, Megawati ogah memberikan ucapan selamat dan menghadiri pelantikan SBY-JK di MPR. Begitu juga setelah kalah pada Pilpres 2009, Megawati masih ”diam”.

Namun, dari proses peralihan pemerintahan sebelumnya, SBY, kini, ingin membuat tradisi politik baru yang jauh dari kegaduhan politik dengan aktif berkomunikasi dengan presiden terpilih setelah putusan Mahkamah Konstitusi nanti. (suhartono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com