JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo, menyayangkan sikap Komisi Penyiaran Indonesia yang melarang penayangan hasil hitung cepat atau quick count oleh lembaga penyiaran. Menurut dia, keberadaan quick count penting sebagai salah satu pengawal langkah demokrasi yang tengah berjalan.
"Quick count berfungsi sebagai alat untuk mengklarifikasi, mengafirmasi real count yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehingga quick count sangat dibutuhkan," kata Agus saat diskusi di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Ketika berita mengenai proses rekapitulasi suara dipenuhi manipulasi, saat itulah quick count memiliki peran penting untuk menjadi penyelaras berita tersebut. Agus menyarankan agar KPI segera mencabut pernyataannya tersebut.
"Jangan larang hasil penyiaran hasil quick count-nya, tetapi atur pengaturan siarannya. Kami siap memberi saran kepada KPI," ujarnya.
Sebelumnya, KPI meminta seluruh lembaga penyiaran berhenti menayangkan hasil hitung cepat Pemilu Presiden 2014. Hasil hitung cepat ini ditayangkan di sejumlah stasiun televisi pasca-pemungutan suara pada 9 Juli lalu. Ketua KPI Judhariksawan mengatakan, penyiaran hasil hitung cepat di berbagai lembaga penyiaran berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat.
"Penayangan quick count terus-menerus dan berlebihan telah mengakibatkan munculnya persepsi masyarakat tentang hasil pemilu yang berpotensi menimbulkan situasi yang tidak kondusif," ujar Judhariksawan, di Gedung KPI, Jakarta, Jumat (11/7/2014).
Selain melarang penayangan hasil hitung cepat, KPI juga melarang penyiaran real count dan klaim kemenangan dari capres-cawapres. Judhariksawan mengatakan, hal tersebut berpotensi melanggar Pasal 36 (5) huruf a Undang-Undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang menyatakan isi siaran dilarang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan, dan berbohong.
"Hentikan dulu (penyiaran hitung cepat). Kami minta kesadaran semua lembaga penyiaran demi menjaga suasana kondusif yang sudah tercipta sekarang," kata Judhariksawan.
Judhariksawan menambahkan, lembaga penyiaran yang terbukti melanggar akan dikenakan sanksi teguran. Jika masih membandel, KPI akan merekomendasikan ke Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk mencabut izin penyiaran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.