Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Sulit Menerima Alasan Kesalahan Formulir C1 karena "Human Error"

Kompas.com - 14/07/2014, 11:29 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Pengamat politik dari Universitas Gajah Muda, Arie Dwipayana, berpendapat, kejanggalan isi formulir model C1, khususnya pada penjumlahan suara yang tidak sesuai, tidak bisa diterima jika alasannya adalah kesalahan yang tidak disengaja oleh panitia pemilu. Menurut dia, penambahan jumlah suara adalah kesalahan yang serius yang dilakukan secara masif, terstruktur, dan sistematis.

"Ini agak sulit diterima kalau sifatnya human error karena kejanggalan ini di terjadi di beberapa tempat, tidak hanya satu tempat," ujar Arie saat dihubungi, Senin (14/7/2014).

Arie menuturkan, kejanggalan formulir C1 tidak hanya terjadi di Jawa Barat, tetapi juga di berbagai daerah. Menurut dia, kejanggalan C1 ini terjadi dengan modus yang sama, yakni penambahan angka pada satu calon dan pengurangan pada calon yang lain. Jika memang murni kesalahan panitia dalam menjumlah, maka seharusnya jumlahnya tidak signifikan.

"Penambahan jumlah merupakan suatu hal yang serius. Ini berlangsung secara masif, terstruktur, dan sistematis," kata Arie.

Ia menambahkan, alasan kesalahan penjumlahan akibat human error sulit diterima karena model penghitungan pileg dan pilpres berbeda. Menurut Arie, penghitungan suara pileg lebih sulit karena panitia harus mengisi banyak formulir dengan jumlah partai dan caleg yang tidak sedikit.

"Pilpres ini kan sederhana. Kalau semata-mata (panitia) kecapekan, lelah, ngantuk, itu kurang logis. (Penghitungan) pilpres lebih mudah karena cuma dua calon," ujar Arie.

Oleh karena itu, Arie menyarankan kepada penyelenggara dan pengawas pemilu untuk melakukan tindakan. Arie berharap, Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan investigasi secara mendalam hingga ke daerah.

"Harusnya KPU melakukan investigasi di tingkat PPS (Panitia Pemungutan Suara), di tingkat desa. Indikasi ini bukan baru, di pileg juga seperti ini," ujar Arie.

Selain itu, Arie meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk tidak tinggal diam. Selama ini, ia melihat Bawaslu tidak bertindak dan hanya menunggu laporan dari masyarakat.

"Masyarakat proaktif memang. Ini gerakan voluntary dari masyarakat. Namun, Bawaslu mendapat anggaran dari negara, harusnya jangan diam dan main aman. Ini yang saya sayangkan," pungkas Arie.

Sebelumnya, pindaian atau scan formulir C1 yang diunggah di situs kpu.go.id menampilkan data yang tidak valid. Jumlahnya pun semakin bertambah. Hingga saat ini, proses rekapitulasi masih berlangsung. (Baca: Ini Beberapa Temuan Kejanggalan Formulir C1)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kepala BIN: IKN Cermin Transformasi Indonesia Menuju Negara Maju Modern

Kepala BIN: IKN Cermin Transformasi Indonesia Menuju Negara Maju Modern

Nasional
5 Poin Terkait Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

5 Poin Terkait Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anak SYL Minta Uang ke Pejabat Kementan | DPR dan Pemerintah Diam-diam Revisi UU MK

[POPULER NASIONAL] Anak SYL Minta Uang ke Pejabat Kementan | DPR dan Pemerintah Diam-diam Revisi UU MK

Nasional
Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Nasional
Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Nasional
Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Nasional
Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Nasional
TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

Nasional
ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

Nasional
Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Nasional
Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Nasional
Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Nasional
Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com