Kewenangan tersebut, kata dia, tidak dapat digantikan oleh lembaga manapun, termasuk lembaga survei. Menurut Margarito, kewenangan yang dimiliki oleh KPU hanya bisa dianulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK), yang tentu saja didahului apabila ada pihak yang melayangkan gugatan.
"Jadi, tidak ada alasan kewenangan itu bisa dihilangkan. Kecuali ada konstitusi yang menganulirnya. Di luar itu, tak boleh ada lembaga lain yang boleh menetapkan pemenang selain KPU," kata Margarito saat dihubungi, Minggu (13/7/2014).
Karena itu, Margarito menilai klaim kemenangan yang hanya didasarkan atas hasil hitung cepat yang dikeluarkan oleh lembaga survei merupakan langkah yang tidak tepat. Karena menurutnya, klaim kemenangan yang pantas untuk dilakukan adalah setelah hasil pengumuman resmi dari KPU yang rencananya akan disampaikan pada 22 Juli mendatang.
"Jadi tidak boleh ada lembaga yang menetapkan pemenang pilpres selain KPU. Jadi, klaim kemenangan berdasarkan quick count tidak punya nilai dan kekuatan hukum," ujarnya.
Seperti diberitakan, seusai penutupan TPS pada Rabu (9/7/2014), sejumlah lembaga survei mengeluarkan hasil perhitungan cepat yang berbeda-beda. Sebagian memenangkan calon presiden nomor satu, Prabowo Subianto, namun sebagian lagi memenangi calon presiden nomor urut dua, Joko Widodo.
Saling klaim kemenangan pun dilakukan oleh kedua belah pihak. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya mengeluarkan imbauan agar kedua pihak saling menahan diri sampai diumumkannya hasil perhitungan resmi dari KPU.
Baca juga: Puskaptis: "Quick Count" Hanya Berlaku Hingga Lima Jam
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.