JAKARTA, KOMPAS.com - Perebutan suara dalam Pemilu Presiden 2014 yang akan digelar pada 9 Juli mendatang berlangsung ketat. Karena itu, berbagai praktik kecurangan potensial terjadi demi meraih suara. Paling tidak, ada sepuluh potensi kecurangan yang perlu diwaspadai masyarakat.
Aktivis reformasi, Fadjroel Rachman, mengatakan, ada sepuluh potensi kecurangan pemilu yang harus diwaspadai. Kecurangan itu adalah serangan fajar berupa pembagian kebutuhan pokok atau uang tunai dengan harapan memilih pasangan calon tertentu, keberadaan pemilih fiktif, tidak mencelupkan jari pada tinta seusai menggunakan hak suara, hilangnya atau bertambahnya surat suara pada waktu penghitungan, serta waktu pemungutan dan penghitungan suara yang melewati batas waktu 12 jam sesuai dengan peraturan Komisi Pemilihan Umum.
Selain itu, potensi kecurangan juga terjadi melalui politik uang, seperti pemberian doorprize, bila memilih salah satu pasang calon, keterlibatan aparat keamanan dan birokrasi untuk menggiring preferensi pemilihan warga, ancaman fisik dari organisasi masyarakat garis keras, pelanggaran selama tiga hari tenang dengan mengadakan pertemuan-pertemuan politik, serta memanfaatkan alat peraga kampanye yang belum dicopot dari tempat pemasangan.
"Kesepuluh hal itu sangat klasik terjadi dan sering terjadi. Tidak ada gunanya memenangkan sebuah pertarungan melalui kecurangan. Masyarakat harus aktif bergerak melakukan pengawasan di tempat pemungutan suara," kata Fadjroel, Minggu (6/7/2014).
Informasi yang dihimpun, kemarin siang, banyak warga juga mempertanyakan karena tiba-tiba dirinya mendapat layanan pesan singkat melalui telepon seluler (SMS) yang menggiring memilih pasangan capres tertentu.
"Nomornya tak dikenal. Nomornya 085770063543. Tapi, saat ditanya siapa, enggak ada balasan," papar seorang warga yang tinggal di Bogor.
Profesor riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Mochtar Pabottingi, melihat, peluang
kecurangan dengan menggunakan instrumen kekuasaan marak terjadi dalam Pemilu Presiden 2014.
Menurut Mochtar, adanya kepentingan untuk mengukuhkan kekuasaan kembali membuat pertaruhan politik dalam pemilu presiden kali ini terasa berat.
Jaringan-jaringan kekuasaan yang sudah terbiasa hidup dengan kemewahan juga mencoba memanfaatkan segala kelemahan sistem negara dan menggunakan peluang ini.
"Obor Rakyat"
Pemantauan di Kota Tegal, Jawa Tengah, tabloid Obor Rakyat, selebaran yang menjelekkan calon presiden Joko Widodo, juga masih beredar.
Pengelola Pondok Pesantren Al Munawaroh di Jalan Buya Hamka, Margadana, Kota Tegal, mendapatkan kiriman lengkap, tiga edisi. Edisi ketiga diterima sepekan lalu, sedangkan dua edisi sebelumnya diterima sebulan lalu dan dua pekan lalu.
Pengasuh Pondok Pesantren Al Munawaroh KH Muhtar Khudlori mengatakan, Obor Rakyat edisi pertama diterima 100 eksemplar, sedangkan edisi kedua dan ketiga masing-masing 10 eksemplar. ”Yang edisi pertama langsung kami bakar karena isinya fitnah,” ujarnya.
Dari sampul coklat yang digunakan untuk mengirim paket tidak tertera nama pengirim. Nama yang tertera pada sampul tersebut juga hanya nama institusi penerima paket. Pada sampul itu juga tidak tertera stempel dari perusahaan ekspedisi pengirim paket.
Muhtar mengaku mendapatkan tiga kali SMS, yang isinya menyudutkan capres Joko Widodo. (WIE/A014)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.