Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kenapa Wiranto Tidak Tetapkan Keadaan Darurat Saat Rusuh Mei 1998?"

Kompas.com - 23/06/2014, 22:41 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mayjen TNI (Purn) Haryadi Darmawan bercerita saat ia meminta mantan Panglima ABRI Jenderal (Purn) Wiranto mengeluarkan pernyataan Indonesia dalam keadaan darurat yang tidak ditanggapi oleh Wiranto. Imbasnya, banyak yang bertindak sendiri-sendiri untuk mempertahankan keamanan.

Akibatnya, menyalahkan mantan Danjen Kopassus Prabowo Subianto bukan tindakan kesatria.

"Saya bersama tiga orang menghadap Pangab, 'Pak Wiranto, ini keadaan sudah tidak dapat dikendalikan lagi'. Saat itu kami meminta supaya dinyatakan keadaan darurat," tutur Haryadi di Hotel Intercontinental, Jakarta Pusat, Senin (23/6/2014).

Haryadi yang ketika itu menjabat Staf Khusus Kemenhan menyebutkan, di angkatan itu sendiri sudah ada fraksi-fraksi yang pro dan kontra. Atas dasar itulah ia meminta pernyataan keadaan darurat atau setidaknya siaga satu. Menurut Haryadi, dengan kondisi darurat, pimpinan keamanan dapat ditangani oleh satu tangan.

Sebenarnya Presiden saat itu, yakni Soeharto, sudah mengeluarkan keputusan kepada Wiranto, sebagai Pangab, untuk segera mengambil tindakan.

"Ternyata pada waktu saya dengan tiga orang menghadap beliau, Wiranto menjawab, 'Wah tidak bisa, itu inkonstitusional'. Betapa terkejutnya saya," papar Haryadi yang pernah menjabat sebagai KSAD ini.

Haryadi kaget, dalam keadaan situasi kacau-balau seperti itu, Pangab dengan memegang komando panglima tertinggi mengatakan bahwa keputusan darurat adalah inkonstitusional. Maka, saat itu, Haryadi dan ketiga temannya keluar dari ruangan Wiranto dengan keadaan marah.

Haryadi kemudian bertanya-tanya siapa sebenarnya pemegang kewenangan kekuasaan. Setelah itu, demonstrasi pun bertambah parah. Penjarahan dan pemerkosaan di mana-mana dan memakan banyak korban.

Haryadi mengatakan, tidak ada yang bertanggung jawab pada saat itu. Akhirnya, muncul tindakan-tindakan tanpa perintah dari siapa pun. Menurut Haryadi, hal ini bisa dimengerti karena saat itu keadaan tidak menentu.

"Setiap orang itu bertindak sendiri-sendiri. Dalam keadaan chaos ini, penguasa yang mempunyai kewajiban mempertahankan keamanan telah mengabaikan dan membiarkan keadaan ini," sambung Haryadi.

Imbas dari kekacauan tersebut adalah pihak-pihak yang mempermasalahkan hanya pada satu atau dua orang.

"Kemudian DKP hanya menyalahi Prabowo, itu bukan tindakan yang kesatria," sebut Haryadi yang juga mantan Ketua ILUNI UI ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com