Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril Sarankan Terbitkan Perppu Atasi Polemik Syarat Kemenangan Pilpres

Kompas.com - 17/06/2014, 15:50 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Yusril Izha Mahendra menyarankan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan peraturan pengganti undang-undang (Perppu) untuk menyelesaikan polemik penentuan pasangan pemenang pemilu presiden 2014.

Yusril mengatakan, Pasal 6A UUD 1945 maupun Pasal 159 UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres mengandung kevakuman pengaturan jika peserta Pilpres hanya dua pasangan. Dua pasangan yang bertarung di Pilpres, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Kevakuman itu terkait apakah ketentuan perolehan suara sedikitnya 20 persen di setengah plus 1 provinsi berlaku atau tidak jika hanya ada dua pasangan.

Jika berlaku, menurut Yusril, meski hanya dua pasangan, maka tetap harus dilakukan putaran kedua untuk menentukan pasangan pemenang dengan suara terbanyak. Sebaliknya, jika tidak berlaku, maka pasangan yang memperoleh suara lebih 50 persen otomatis jadi pemenang tanpa perlu putaran kedua.

"Agar Pilpres kali ini berjalan sah dan konstitusional, saya berpendapat untuk mengatasi kevakuman hukum tersebut, langkah yang paling tepat adalah Presiden menerbitkan Perppu. Perppu mempunyai landasan hukum yang kuat di dalam UUD 1945 dan dapat menciptakan norma hukum untuk mengatasi situasi yang genting dan memaksa," kata Yusril seperti dikutip dari blog Yusril di Kompasiana.

Yusril tidak sependapat kalau kevakuman hukum ini diatasi KPU dengan merevisi peraturan KPU untuk menetapkan syarat pemenang Pilpres. Penentuan siapa pemenang Pilpres, kata dia, harus diatur oleh konstitusi atau undang-undang, bukan diatur oleh KPU sebagai penyelenggara Pemilu.

Lagi pula, tambah mantan bakal capres itu, UU Pilpres tidak memberikan kewenangan atributif kepada KPU untuk mengatur lebih lanjut norma Pasal 159 ayat (1) dan (2) UU Pilpres.

"Saya berpendapat, terlalu jauh jika KPU ingin mengatur sendiri masalah tersebut, meski dengan cara mengundang pakar dan timses kedua pasangan. Norma terkait Pilpres adalah problema konstitusi yang melibatkan seluruh rakyat, bukan hanya kepentingan pasangan calon semata," kata Yusril.

Yusril menambahkan, Presiden dapat berkonsultasi dengan DPR, parpol, pasangan calon dan pakar dalam menyiapkan Perppu agar masalah hukum Pilpres ini dapat diatasi.

"Ada baiknya jika Presiden SBY segera berinisiatif. Posisi beliau kini bagus karena tidak calon lagi, partainya juga tidak punya calon. Dengan demikian, Presiden SBY dapat bertindak sebagai negarawan mengatasi masalah hukum tekait Pilpres kali ini," katanya.

"Rakyat berhak mendapatkan Presiden yang terpilih adalah Presiden yang sah dan konstitusional, bukan Presiden kontroversial dari segi hukum dan konstitusi. Kalau pasangan Presiden/Wapres dinyatakan terpilih oleh KPU tapi diperdebatkan konstitusionalitasnya, repotlah kita semua sebagai bangsa," pungkas Yusril.

Mahkamah Konstitusi tengah menguji syarat kemenangan pasangan calon yang diatur dalam UU Pilpres. Pengujian itu berdasarkan gugatan dari Forum Pengacara Konstitusi, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi dan dua perorangan warga negara. MK akan menyampaikan putusan sebelum Pilpres.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com