Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Datangi Wantimpres, Keluarga Korban Penculikan Desak SBY Bentuk Pengadilan HAM "Ad Hoc"

Kompas.com - 12/05/2014, 15:33 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Keluarga korban penculikan aktivis 1997/1998 yang tergabung dalam Koalisi Melawan Lupa mendatangi kantor Dewan Pertimbangan Presiden di Jakarta, Senin (12/5/2014). Mereka mendesak agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk pengadilan HAM ad hoc.

"Kami datang kemari untuk mendesak pada SBY bahwa ada satu mandat yang belum diselesaikan oleh SBY dalam menyelesaikan kasus penghilangan secara paksa 13 aktivis. Kami berharap agar dibentuk pengadilan HAM ad hoc," ujar Direktur Eksekutif Imparsial Poengki Indarti, saat mendampingi keluarga korban.

Keluarga korban yang hadir adalah Novridaniar Dinis (anak dari Yadin Muhidin), Sumarsih (ibunda dari Herman Hendrawan), dan Paian Siahaan (ayahanda dari Ucok Siahaan). Kedatangan mereka diterima oleh anggota Wantimpres bidang Hukum dan HAM, Albert Hasibuan.

Menurut Poengki, pembentukan pengadilan HAM ad hoc adalah salah satu cara untuk menindaklanjuti keterangan dari mantan Kepala Staf Kostrad, Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen, yang mengetahui persis keberadaan para aktivis yang hilang itu.

"Kami juga berharap, melalui pengadilan HAM ad hoc ini, dapat memanggil Prabowo (mantan Danjen Kopassus) untuk mengklarifikasi dan bertanggung jawab," ucap Poengki.

Ketua Badan Pekerja Setara Institute Hendardi, yang juga turut hadir mendampingi keluarga korban, menjelaskan bahwa pihaknya sudah berkali-kali mendatangi Wantimpres dan menuntut agar pengadilan HAM segera dibentuk.

Menurut dia, Wantimpres memang hanya memberi pertimbangan kepada presiden. Namun, saat ini adalah momentum yang tepat untuk mengangkat kembali rencana pembentukan pengadilan HAM ad hoc.

"Momentumnya adalah saat Pak Kivlan Zen menyatakan dia tahu soal penculikan ini. Presiden memiliki kewenangan untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc melalui keppres (keputusan presiden) sebagai tindak lanjut dari rekomendasi DPR," ucapnya.

Hendardi menilai, dengan rekomendasi DPR yang sudah ada sejak tahun 2009 itu, Presiden SBY seharusnya tak lagi ragu untuk menandatangani keppres tentang pengadilan HAM ad hoc.

"Ini saatnya Presiden membersihkan masa lalu dan meninggalkan legacy-nya," kata Hendardi.

Setelah bertemu dengan Wantimpres, Koalisi Masyarakat Melawan Lupa berencana bertemu Jaksa Agung Basrief Arief pada Selasa (13/5/2014). Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Lupa terdiri dari Imparsial, Kontras, Setara Institute, Human Rights Working Group, sejumlah keluarga korban tragedi Trisakti, keluarga korban penghilangan paksa, dan LSM lain.

Mereka juga telah mendatangi Komnas HAM dan menuntut lembaga itu untuk memeriksa Prabowo dan Kivlan Zen. Prabowo diduga terlibat dalam penghilangan paksa 13 aktivis dalam kapasitasnya sebagai Komandan Kopassus kala itu. Sementara itu, Kivlan Zen belum lama ini menyatakan mengetahui soal penculikan para aktivis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com