Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivis HAM Respons Kesediaan Prabowo

Kompas.com - 25/04/2014, 16:56 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Kesediaan calon presiden dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto, untuk mengklarifikasi sejumlah cerita dan predikat yang melekat padanya terkait peristiwa sekitar lengsernya Presiden Soeharto tahun 1998 patut diapresiasi. Salah satu kasus yang perlu diklarifikasi adalah seputar penculikan sejumlah aktivis pada 1997-1998.

Mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Albert Hasibuan, Kamis (24/4/2014), mengatakan, dalam kasus penculikan, sudah ada mahasiswa yang ditemukan. Namun, ada juga korban yang belum ditemukan.

Seperti diberitakan, Prabowo menyatakan siap mengklarifikasi sejumlah hal yang melekat kepadanya terkait peristiwa 1998. ”Saya juga keluar dari tentara dengan segala predikat dan cerita. Kalau dibutuhkan, saya siap memberikan klarifikasi,” katanya di sela-sela ramah-tamah dengan pengurus DPP Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri (Kompas, 23/4).

Dalam kasus penculikan, ada 13 aktivis yang hingga kini belum diketahui keberadaannya. Sebanyak 9 aktivis yang diculik sudah dikembalikan.

Dalam kasus ini, panitia khusus DPR pernah memberikan empat rekomendasi kepada Presiden pada 30 September 2009. Keempat rekomendasi itu adalah membentuk pengadilan HAM ad hoc, mencari 13 orang yang oleh Komnas HAM masih dinyatakan hilang, merehabilitasi dan memberi rekomendasi ke keluarga korban, serta meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar mengatakan, Komnas HAM juga sudah membuat laporan penyelidikan terkait kasus penculikan. Bahan dari Dewan Kehormatan Perwira juga tersedia.

Oleh karena itu, menurut Haris, yang perlu dibangun adalah menjaga ruang atau ranah formal atas penanganan kasus penculikan dan kasus lain, seperti kerusuhan Mei 1998. Proses formal itu selama ini tidak berjalan.

Capres-cawapres

Secara terpisah, Direktur Program Imparsial Al Araf berharap, PDI-P tidak terjebak dalam wacana militer-sipil saat menetapkan calon wakil presiden (cawapres). Dalam era demokrasi, isu pasangan sipil-militer dalam bursa capres dan cawapres merupakan isu klasik yang sudah seharusnya ditinggal.

PDI-P, lanjut Araf, tidak perlu khawatir terhadap kemungkinan kudeta jika pasangan Joko Widodo (Jokowi) yang telah ditetapkan sebagai capres dari partai itu bukan dari militer. Dalam era demokrasi, militer tunduk pada supremasi sipil. Dengan demikian, meski pasangan wapres Jokowi bukan berlatar belakang militer, tidak akan ada masalah bagi Jokowi dalam mengontrol militer karena prinsip supremasi sipil yang diakui konstitusi dan Undang-Undang TNI.

Dalam waktu yang tersisa sekitar 2,5 bulan sebelum Pemilu Presiden 9 Juli 2014, seharusnya PDI-P segera memutuskan cawapres bagi Jokowi. Dengan demikian, waktu dan energi tidak lagi disibukkan dengan diskusi pasangan cawapres Jokowi berlatar belakang sipil atau militer. (FER/ONG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com