Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Populer Tak Jadi Jaminan Bakal Terpilih"

Kompas.com - 25/04/2014, 04:50 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keterkenalan seorang kandidat dalam kontestasi politik, tidak menjamin ia dipilih masyarakat. Pemilih sudah dapat membedakan kandidat populer dan yang berkapasitas.

"Masyarakat sudah dapat membedakan dengan jelas antara makna populer dan makna kapasitas," ujar Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia, Ray Rangkuti, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (24/4/2014). Tak terkecuali, ujar dia, dalam konteks pemilu.

Dalam pemilu legislatif, misalnya, Ray mengatakan calon anggota legislatif yang populer akan memiliki tingkat keterpilihan yang tinggi. Artis, misalnya, menurut Ray bisa saja populer di dunianya tetapi bukan siapa-siapa di ranah politik.

Hal serupa terjadi pada caleg berlatar belakang keahlian khusus, yang populer di bidangnya tetapi belum tentu memiliki kapasitas di lapangan politik. Dunia politik, ujar Ray, membutuhkan keahlian sendiri. Faktor ini menurut dia juga berimbas pada anggota DPR yang populer tetapi memiliki kinerja kontroversial.

Kesadaran pemilih, menurut Ray berlaku dalam penghargaan sekaligus penghakiman. Politik di Indonesia, sebut dia, pada tataran tertentu sudah semakin profesional. Ada faktor yang saling terkait antara kecerdasan, keahlian, dan kemandirian.

"Kemampuan kampanye, orasi, meyakinkan orang, mengemukakan ide, dan sebagainya, menjadi keniscayaan. Tanpa kemampuan ini, kita bisa tertinggal dalam politik," imbuh Ray. Dalam rangka inilah, menurutnya, pemilih semakin mandiri untuk menentukan pilihan-pilihannya.

Sementara itu, imbuh dia, faktor suku, agama, ras, dan uang semakin tidak bisa dijadikan pengikat antara pemilih dan yang terpilih. Pendekatan yang lebih personal, ujarnya, dibutuhkan dan menjadi keharusan.

"Istilah 'blusukan' itu bukan sekadar tren. Itu akan menjadi model kampanye yang paling menentukan di masa depan," ujar Ray. Perkiraan perolehan suara partai politik dalam Pemilu Legislatif 2014, menurut dia menunjukkan gelagat popularitas dan elektabilitas tak lagi berjalan beriringan.

Meski begitu, ujar Ray, analisis ini belum berlaku secara umum dan masih butuh kajian mendalam. "Lebih-lebih pemilu saat ini banyak dikacaukan dengan praktik politik uang. Jadi butuh waktu untuk lebih teliti dan mendalam untuk mengambil kesimpulan."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com