Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Pasti Sinaga Somasi KPK

Kompas.com - 10/04/2014, 15:55 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat, Pasti Serefina Sinaga, pernah melayangkan somasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasti keberatan terhadap proses penyidikan di KPK dalam kasus dugaan korupsi terkait penanganan perkara korupsi bantuan sosial di Pemerintah Kota Bandung.

Menurut pengacara Pasti, Didit Wijayanto, kliennya diarahkan oleh tim penyidik KPK saat diperiksa sebagai saksi bagi hakim Setyabudi Tedjocahyono sehingga Pasti terpaksa menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyatakan Pasti mengakui telah menerima uang Rp 500 juta dari Toto Hutagalung. Pengakuan itu disebutkan dalam BAP keempat. Namun, pada BAP pertama hingga ketiga, Pasti menyatakan bahwa isi bungkusan itu adalah dokumen kerugian negara yang sudah dikembalikan.

"Namun, penyidik KPK Damanik terus memaksakan bahwa isi bungkusan itu uang. Akhirnya Pasti menandatangani BAP karena berpikir toh nanti dicabut BAP itu di pengadilan," kata Didit melalui telepon, Kamis (10/4/2014).

Somasi tersebut dilayangkan kepada KPK pada tahun lalu. Kini, hakim Setyabudi telah divonis 12 tahun penjara. Adapun Toto dihukum tujuh tahun penjara dalam perkara suap terkait penanganan perkara korupsi dana bantuan sosial di Pemerintah Kota Bandung.

Selanjutnya, kata Didit, dalam BAP kelima, Pasti kembali menyatakan bahwa isi bungkusan yang diberikan kepada Toto tersebut bukan uang, melainkan tumpukan dokumen. Pasti juga mengaku telah mengembalikan bungkusan dari Toto melalui adiknya, Dolorosa Sinaga. "Karena Pasti merasa waswas menerimanya, itu semua direkam KPK, dan waktu ditanya, 'Kenapa waswas?'. Kan memang hakim tidak boleh menerima dokumen berkas perkara langsung di luar berkas yang dikirim pengadilan negeri, bukan karena isinya uang," ucap Didit.

Masalah uang Rp 500 juta itu, menurut Didit, tidak ada lagi dalam BAP terakhir yang digunakan KPK sebagai dasar menyusun dakwaan terhadap mantan Wali Kota Bandung, Dada Rosada, dan mantan Sekretaris Daerah Bandung, Edi Siswadi.

Didit mengatakan, keterangan dalam BAP mengenai uang Rp 500 juta juga telah dicabut Pasti saat bersaksi dalam persidangan Toto maupun Setyabudi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung beberapa waktu lalu. Menurutnya, dakwaan tentang uang Rp 500 juta merupakan pemaksaan.

"Jangankan Bu Pasti, bahkan Ketua KPK juga bisa babak belur jika diperiksa. Bu Pasti ditekan, diarahkan, dan mengakui kalau isi bungkusan itu adalah uang Rp 500 juta, makanya BAP itu akhirnya dia ditandatangani karena capek dan dia bilang, 'Ya, sudahlah, terserah (penyidik) mau tulis apa'. Nilai uang Rp 500 juta itu dari KPK, bukan berasal dari Bu Pasti," ujarnya.

Selain itu, kata Didit, Pasti bukan ketua majelis dari hakim yang menangani perkara korupsi bantuan sosial di tingkat banding seperti yang diberitakan di media massa. Dia hanya menjadi anggota majelis hakim yang menangani perkara tersebut.

Saat ini Pasti berstatus tersangka KPK. Penetapan Pasti sebagai tersangka merupakan pengembangan penyidikan perkara Dada, Toto, dan Setyabudi. Pasti disangka menerima suap terkait pengamanan perkara korupsi bansos Bandung di tingkat banding. Pemberian suap itu diduga bertujuan agar majelis hakim banding menguatkan putusan PN Bandung di tingkat banding.

Atas penetapan tersangka terhadap Pasti, Didit menilai KPK tidak memiliki bukti yang cukup. "Pasal 6 sama Pasal 12 mensyaratkan seorang hakim yang menerima hadiah atau janji akan  pengaruhi putusan dia. Putusannya kan satu tahun, tapi di tingkat banding kan tidak sama, namun naik semuanya, tidak ada yang diperkuat. Cek saja, putusannya berkisar 3-3,5 tahun. Nah, syarat unsur-unsur itu kan harus ada putusan dikuatkan atau lebih ringan, tapi ini naik jadi tiga tahunan. Bagaimana hakim banding dijadikan tersangka? Itu kan fakta yang mudah diketahui," ujarnya.

Mengenai somasi yang dilayangkan kepada KPK tahun lalu, Didit mengatakan baru menerima jawaban dari KPK pada akhir Maret 2014. Menurutnya, KPK menjawab somasi itu dengan mengatakan bahwa tim penyidik sudah profesional melakukan pemeriksaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com