Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ardi Bakrie Anggap Tak Ada Masalah soal Iklan Jokowi

Kompas.com - 09/04/2014, 13:05 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Presiden Direktur Viva.co.id Anindra Ardiansyah Bakrie atau akrab disapa Ardi Bakrie menyayangkan sejumlah pemberitaan di media massa yang seolah memojokkan dirinya terkait kemarahannya setelah muncul iklan bakal calon presiden PDI Perjuangan Joko Widodo alias Jokowi di laman Viva.co.id. Ardi menganggap tidak ada masalah terkait sikapnya itu.

"Itu bukan masalah. Itu kan yang dimainkan oleh media, karena kalian tahu, bahwa Indonesia itu, susah liat orang senang, tapi senang liat orang susah," kata Ardi saat ditemui usai menyalurkan suaranya dalam Pileg di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 32 di SD 02 Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (9/4/2014).

Ardi menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mengirimkan surat elektronik (email) kepada internal Viva.co.id terkait munculnya iklan kampanye Jokowi. Hanya, ia membenarkan bahwa alamat email yang digunakan untuk mengirim surat elektronik itu merupakan miliknya.

"Silakan menilai itu buatan saya atau bukan, tapi siapapun yang buat saya berterima kasih," kata Ardi.

Ardi menilai, pembuat email itu pintar dan telah mengedepankan independensi. Menurutnya, pembuat email mengetahui jika di kolom itu tidak diperbolehkan untuk meletakkan iklan kampanye politik dari partai mana pun.

Ia menjelaskan, Viva.co.id telah menyediakan kolom khusus bagi parpol di sisi kiri dan sisi kanan untuk kampanye. Sementara, sisi tengah dikhususkan untuk kolom advertorial non-parpol. "Kalau kolom kanan dan kiri silakan jualan. Makanya pintar yang bikin (email). Yang namanya redaksi harus independen, ini boleh ini tidak," ujarnya.

Setelah kasus itu muncul, Ardi mengaku belum mengganti password email miliknya. Ia membantah jika emailnya diretas oleh pihak tertentu. Namun, saat disinggung siapa saja yang mengetahui password emailnya, ia tak mau menjawab dan meninggalkan kerumunan wartawan.

Sebelumnya, kemarahan Ardi ke internal perusahaanya diungkap salah satu Kompasianer. Berikut isi surat elektronik tersebut:

"Para Direksi, khususnya Pemred,

Saya yakin banget di tmpat kita telah disusupi orang yang hatinya tidak satu arah dengan perusahaan yang pernah saya sampaikan.

Kalau keyakinan saya salah mengenai penyusupan, tandanya pada bodoh saja semua yang kerja disitu kalau tidak melihat kesalahan ini.

Baru saja saya lihat, mungkin selama satu jam, di tempat paling sakral kita, yaitu di bagian foto yang selalu berganti-ganti, ada gambar Jokowi coblos no. 4.

Persis sekali seperti iklannya yang ditaruh di sebelah kanan yang memang bagian advertising. Ide siapa sih ?? Bodoh sekali!!! Pura-pura ngga ngerti, sengaja, apa emang dibayar sm partai lain untuk melakukan itu di tempat yang paling sakral itu??

Kalau mengenai iklan PDIP yang ada di sebelah kanan itu, saya bisa sedikit mengerti karena maksudnya berjualan di tmpat jualan, bukan di bagian redaksional.  Walaupun saya  juga  tidak suka dan tolong utk diganti sekarang.  Materi akan saya attachkan pada email ini dan berikutnya untuk dipasangkan berganti gantian disitu.  Thx.

Apabila ada yang tidak suka akan kebijakan saya ini, silahkan ajukan surat resignation sebelum ayam berkokok besok pagi. Lebih cepat lebih bagus. Saya benci orang2 munafik atau pun orang bodoh yang tidak loyal.

PS:

Saya emailkan dgn gmail krna bisa di attach file lebih besar, bukan karena saya takut.

Kalau hubungannya mengenai orang tua yang di dzolimi, ngga ada takutnya saya. semua halal!!!

Rgds,"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com