JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak dapat berperan lebih jauh dalam kasus Satinah, tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi yang terancam hukuman mati. Kemenhuk dan HAM tidak mempunyai wewenang menangani perkara di luar negeri.
"Kami cuma mendorong dalam penyelesaian yang terbaik," kata Direktur Jenderal Hukum dan HAM Kemenhuk dan HAM Harkristuti Harkrisnowo di Jakarta, Selasa (25/3/2014).
Ia mengatakan, jika kasus pelanggaran HAM terhadap warga negara Indonesia terjadi di luar negeri, maka Kementerian Luar Negeri memiliki wewenang untuk menangani kasus Satinah. "Mereka kan punya direktorat yang menangani permasalahan warga negara di tempat lain. Kami mau ke sana saja dananya tidak ada," kata Harkristuti.
Satinah, seorang TKI asal Ungaran, Jawa Tengah, mengadu nasib ke Arab Saudi. Namun, di sana dia mengaku mendapat siksaan dari majikannya. Satinah melawan hingga membunuh majikannya.
Pengadilan Arab Saudi memutuskan bahwa Satinah bersalah dan harus menjalani hukuman pancung pada 3 April 2014. Untuk bisa bebas dari hukuman tersebut, Satinah harus membayar uang maaf (diat) yang setara dengan Rp 25 miliar.
Harkristuti melihat ada kecenderungan tidak bagus dalam kasus pidana yang menjerat Satinah ini. Menurutnya, setiap kali Indonesia membayar diat, nominalnya terus melambung tinggi. "Mulai dari Rp 2 miliar, naik Rp 4 miliar, tiba-tiba jadi Rp 25 miliar," ujarnya.
Hal serupa pernah disampaikan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto. Djoko menilai berlebihan jika keluarga korban menuntut uang ganti Rp 25 miliar.
"Khusus untuk Satinah ini, yang jadi kendala besar adalah permintaan uang diat yang sangat tidak masuk akal, permintaannya 7,5 juta riyal atau sekitar Rp 25-26 miliar. Padahal, dulu permintaan uang diat keluarga tidak sebesar itu, hanya sekadar ratusan ribu riyal, bahkan Rp 1 juta-1,5 juta riyal," kata Djoko.
Djoko mengatakan, sejak kasus ini mencuat, Kementerian Luar Negeri sudah melakukan pendampingan. Tim advokasi juga diturunkan untuk membantu Satinah selama proses persidangan. Namun, Satinah diputuskan bersalah dan terancam hukuman pancung. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebut Djoko, sudah mengirimkan surat kepada Raja Arab Saudi. Namun, Raja Arab Saudi tidak bisa intervensi karena pemaafan sepenuhnya sudah diserahkan kepada keluarga korban.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.