JAKARTA, KOMPAS.com — Pihak terdakwa kasus dugaan korupsi Bank Century, yaitu mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya, menilai tidak ada kerugian negara dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) pada Bank Century. Sebab, Bank Century telah melunasi FPJP kepada BI tanggal 11 Februari 2009. Menanggapi eksepsi atau nota keberatan tim penasihat hukum Budi itu, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan bahwa sumber dana pelunasan itu berasal dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai penyertaan modal sementara (PMS) sehingga dianggap merugikan keuangan negara.
"LPS berasal dari aset negara sehingga kekayaan LPS merupakan aset negara sebagaimana Pasal 81 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS," kata jaksa Ahmad Burhanudin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (20/3/2014).
Jaksa memaparkan, saat itu telah jatuh tempo pelunasan FPJP. Bank Century pun sampai dengan 4 Februari 2009 telah menerima dana PMS sebesar Rp 5,797 triliun. Kemudian, Bank Century melunasi FPJP sebesar Rp 689,394 miliar dan bunganya sebesar Rp 16,8 miliar sehingga total Rp 706,194 miliar.
"Perhitungan kerugian negara adalah nyata dan pasti jumlahnya yaitu berdasarkan perhitungan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan," lanjut jaksa.
Sementara itu, pihak Budi Mulya menilai PMS masih terdapat di Bank Century yang saat ini bernama Bank Mutiara dan dikuasai oleh LPS. Dengan demikian, seharusnya belum dapat dipastikan perhitungan kerugian negaranya.
Dalam kasus ini, Budi selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang IV Pengelolaan Moneter dan Devisa didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1 miliar dari pemberian FPJP Bank Century dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Budi juga didakwa telah menyalahgunakan wewenangnya. Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 689,394 miliar terkait pemberian FPJP dan Rp 6,762 triliun dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 7,4 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.