Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Kelompok yang Diprediksi "Berebut" Jadi Pendamping Jokowi

Kompas.com - 17/03/2014, 09:09 WIB
ING

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Keputusan PDI Perjuangan menetapkan Joko Widodo pada Jumat (14/3/2014) bisa jadi kejutan bagi sejumlah kalangan. Sebelumnya, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini selalu mengatakan, keputusan soal calon presiden akan diumumkan pasca pemilu legislatif 9 April 2014. Pasca-penetapan Jokowi sebagai capres, pertanyaan yang muncul, siapa calon wakil presiden yang akan mendampinginya?

Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi memprediksi, ada empat kelompok yang akan berebut posisi sebagai pendamping Jokowi. Pertama, dari kalangan internal PDI-P.

"Dengan asumsi jika PDI-P mendapatkan cukup suara sebagai syarat minimum untuk mengusung capres dan cawapres sendiri tanpa harus koalisi," kata Burhan, saat dihubungi Kompas.com, Senin (17/3/2014) pagi.

Kedua, dari partai lain. Menurut Burhan, ada sejumlah partai yang menunjukkan keinginan menyodorkan tokoh atau elitenya sebagai cawapres PDI-P.

"Seperti PAN, PPP, termasuk Nasdem dan Golkar. Apalagi, di Golkar mengalami gejolak internal, Akbar Tandjung menyatakan siap menjadi cawapres. Ini menunjukkan keputusan Rapimnas Golkar menetapkan Ical sebagai capres belum selesai," papar Direktur Eksekutif Indikator Politik ini. 

Kelompok ketiga, kalangan militer. Dalam catatan Burhan, sejumlah purnawirawan jenderal menunjukkan keinginan menjadi pendamping Jokowi. Terakhir, dari kalangan pengusaha. Burhan mengatakan, masing-masing kelompok ini memiliki kelebihan dan kelemahan jika dipilih sebagai cawapres Jokowi. 

Ketika ditanya peluang mana yang lebih besar untuk mendapatkan posisi sebagai pendamping Jokowi, menurut dia, semuanya masih tergantung hasil pemilu legislatif 9 April mendatang. Dari kalangan internal, menurut Burhan, apakah sosok yang ditunjuk sebagai cawapres Jokowi mampu meningkatkan elektabilitas bagi pasangan tersebut. 

"Eksternal, sampai sekarang masih belum jelas tarik-menariknya. Belum jadi opsi sesegera mungkin oleh PDI-P. Konsen mereka ke pileg. Ada JK, Hatta Rajasa, Ryamizard Ryacudu, tapi lagi-lagi menurut saya, PDI-P tak akan memutuskan sebelum pileg karena akan merugikan," ujarnya.

Memutuskan siapa pendamping Jokowi sebelum pemilu legislatif, lanjut Burhan, akan membuka peluang konsolidasi perlawanan dari lawan politik. "Jadi lebih baik PDI-P menyimpan teka-teki siapa yang jadi cawapres Jokowi. Memelihara mereka yang bermimpi menjadi pendampingnya," kata Burhan. 

Sementara itu, seperti dikutip Kompas pada17 Maret 2014, pengajar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, mengatakan, kekuatan Jokowi dapat terancam jika PDI-P menolak berkoalisi dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2014.

”Koalisi lima partai besar selain PDI-P dalam pilpres dapat menyaingi PDI-P jika partai itu tak berkoalisi,” kata Emrus, Minggu (16/3/2014).

Jokowi, menurut Emrus, harus didampingi cawapres yang memahami sejumlah isu, seperti konflik dalam negeri, politik internasional, pertahanan dan keamanan, serta sistem persenjataan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com