Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei: Dukungan Demokrat Tersendat, Berkah untuk Parpol Lain

Kompas.com - 13/03/2014, 14:38 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Lembaga Klimatologi Politik (LKP) menyatakan elektabilitas Partai Demokrat tersendat menjelang pemilu legislatif 2014. Temuan itu berdasarkan survei yang dilakukan lembaga tersebut di akhir Februari 2014.

CEO LKP Usman Rachman mengatakan, elektabilitas Demokrat tersendat karena citra partai itu masih runtuh setelah sejumlah kadernya terseret kasus korupsi. Selain itu, 11 kandidat Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat juga terbukti tak mampu mendongkrak partai yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.

"Demokrat tersendat dan cenderung stabil di posisi tengah. Setara atau hanya sedikit di atas PKB," kata Usman, Kamis (13/3/2014), di Senayan, Jakarta.

Tersendatnya elektabilitas Demokrat, kata Usman, akan menjadi berkah untuk partai lain. Para pemilih yang awalnya memilih Demokrat bakal mengubah pilihannya ke parpol lain.

Dari survei yang dilakukan LKP pada 26 Februari - 4 Maret 2014, PDI Perjuangan mendapat dukungan paling besar di angka 21,8 persen. Di posisi kedua ditempati Partai Golkar dengan angka 18,1 persen, lalu Hanura 11,3 persen, dan Gerindra 11.1 persen. Posisi Demokrat ada di peringkat kelima dengan angka 6,7 persen, disusul PKB dengan 5,7 persen.

Dalam survei LKP, partai lainnya mendapatkan perolehan suara di bawah lima persen. Survei ini menggunakan teknik multi stage random sampling dengan responden sebanyak 1.240 orang yang telah memiliki hak pilih atau telah berusia di atas 17 atau telah menikah.

LKP mengklaim margin of error survei ini hanya sebesar 2,8 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik wawancara tatap muka dengan bantuan kuisioner.

Survei ini juga disebutkan dilengkapi analisis media dari 10 surat kabar nasional dan 10 media online nasional. Saat ditanya mengenai sumber dana untuk melakukan survei ini, Usman tak bersedia menyebutkan. Alasannya karena merasa tak berwenang dan ingin menjaga etika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com