Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anas Dijerat TPPU, Pengacara Minta KPK Jangan Membabi Buta

Kompas.com - 05/03/2014, 15:15 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menghormati langkah Komisi Pemberantasan Korupsi yang menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) selama penetapan tersangka itu berdasarkan dua alat bukti yang cukup. Pengacara Anas, Firman Wijaya, meminta KPK tidak membabi buta dalam memproses hukum kliennya.

"Kita hormati saja KPK. Yang penting KPK tidak menerapkan TPPU secara membabi buta karena menurut saya tidak ada signifikansinya, di mana tidak ada kaitannya dengan menyembunyikan asal-usul harta," kata Firman saat dihubungi Kompas.com, Rabu (5/3/2014).

Firman mengatakan, KPK sedianya menuntaskan dulu dugaan tindak pidana korupsi yang disangkakan kepada Anas. Sebelumnya, KPK menetapkan Anas sebagai tersangka atas dugaan menerima gratifikasi terkait proyek Hambalang dan proyek lain. Namun, menurut Firman, hingga kini KPK belum menjelaskan proyek lain yang dimaksud dalam surat perintah penyidikan (sprindik) dugaan korupsi yang disangkakan kepada Anas.

"Kasus, perkara pokoknya saja belum tuntas, ini bagaimana? Kok sudah ada follow up crime-nya? Ini saja masih bolak-balik, membingungkan, mending langsung disidang sajalah daripada berlarut-larut," katanya.

Firman menduga ada kepentingan politik di balik penetapan Anas sebagai tersangka TPPU ini. Menurut Firman, KPK sudah tebang pilih karena KPK terkesan mendiamkan keterlibatan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas).

"Saya bilang, KPK kepada Pak Anas keras, tetapi kepada Ibas sepertinya banyak yang dikaitkan, kepada Anas keras, tetapi kepada Ibas lemah," ujarnya.

Mengenai kemungkinan penyitaan aset milik Anas, Firman mengatakan kliennya siap jika KPK menyita aset-aset. Hanya saja, dia meminta KPK tidak terburu-buru dan spekulatif. "Selama ini Mas Anas tidak ada yang perlu ditakutkan, jangan terburu-buru dan spekulatif, dari sprindik bocorannya saja enggak ada jawaban hukum sampai sekarang. Seandainya memang harus, jangan sampai keadilannya dicederai. Sampai saat ini kongres saja enggak pernah tegas, itu kan ada keberpihakan," ujar Firman.

Anas disangka melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 3 Ayat 1 dan atau Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Menurut konstruksi pasal yang disangkakan, Anas diduga melakukan pencucian uang aktif dan menikmati hasil pencucian uang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com