Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Firma Hukum Disadap, Indonesia Harus Minta Klarifikasi

Kompas.com - 18/02/2014, 10:20 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Tubagus Hasanuddin mengatakan, Badan Intelijen Negara (BIN) harus segera mendapatkan bahan hasil sadapan pihak intelijen Amerika dan Australia. Hal ini menyusul terungkapnya lagi penyadapan yang dilakukan kedua negara itu terhadap firma-firma hukum di AS yang disewa Pemerintah Indonesia dalam menghadapi sengketa dagang.

Setelah BIN bekerja, Hasanuddin menuturkan, dua duta besar kedua negara juga perlu dimintakan klarifikasinya.

"Untuk memanggil dua dubes, kita harus punya bahan dulu. Makanya, BIN turun dulu cari data-data itu, setelah dapat, diserahkan kepada Presiden, baru memanggil duta besar," kata Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Selasa (18/2/2014).

Politisi PDI-P itu mengungkapkan, penanganan isu penyadapan ini sangat bergantung pada sikap Presiden apakah berani memanggil Duta Besar Amerika dan Australia atau tidak. Jika BIN tidak bekerja, Hasanuddin melihat upaya pemanggilan duta besar hanya akan sia-sia.

"Mereka pasti membantah karena kita tidak punya bahannya. Makanya, data itu penting apa saja yang sudah mereka sadap," katanya.

Hasanuddin pun tak terlalu percaya Australia menyadap Indonesia hanya untuk memberikan data kepada Pemerintah AS terkait dengan kasus impor udang dan rokok keretek Indonesia di negeri Paman Sam. Menurutnya, Australia pasti memiliki kepentingan bisnis di dua hal tersebut.

"Kalau dibandingkan penyadapan sebelumnya, ini ecek-ecek. Tapi, bisa jadi Australia punya kepentingan bisnis di situ karena urusan udang, apa kaitannya sama urusan keamanan?" ungkap Hasanuddin.

Lagi-lagi disadap

Nama Indonesia kembali muncul dalam pemberitaan terkait skandal penyadapan oleh Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Serikat. Kali ini terkait praktik firma hukum Amerika. Kisah ini dimuat dalam harian The New York Times yang dilansir Sabtu (15/2/2014).

Pengacara Amerika masuk dalam daftar nama-nama yang muncul dalam daftar sasaran penyadapan oleh NSA, berdasarkan dokumen yang dibocorkan oleh mantan kontraktor NSA Edward J Snowden. Berdasarkan dokumen itu, NSA disebut memantau setiap firma hukum Amerika yang bekerja mewakili negara asing dalam sengketa perdagangan dengan Amerika Serikat. Salah satu negara asing yang memenuhi kriteria tersebut adalah Indonesia.

Menurut dokumen yang didapat pada Februari 2013, Pemerintah Indonesia telah merekrut sebuah firma hukum Amerika untuk membantu menangani sengketa perdagangan dengan Amerika Serikat. Firma itu diketahui bernama Mayer Brown. Mayer Brown mewakili Indonesia menangani dua gugatan terkait pelarangan penjualan rokok keretek asal Indonesia di Amerika Serikat dan gugatan Amerika terhadap udang impor asal Indonesia yang dituding dijual di bawah harga pasar. Kasus ini sampai dibawa ke World Trade Organization (WTO).

Di dalam kasus penjualan rokok keretek, Pemerintah Indonesia menang. Sementara gugatan Amerika terhadap udang impor asal Indonesia akhirnya dicabut Amerika. Informasi yang didapat NSA ini berasal dari Direktorat Sinyal Australia (ASD). ASD awalnya memberi tahu NSA bahwa mereka melakukan pemantauan komunikasi, termasuk antara pejabat Indonesia dan firma hukum di Amerika Serikat. Disebut dalam dokumen itu, ASD bersedia berbagi informasi dengan NSA.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com