Somasi akan dilayangkan jika Aburizal tidak segera meminta pengurus DPD Golkar NTB mencabut gugatannya.
"Kita benar-benar, kita niat akan somasi. Tapi kita masih memberikan waktu. Kita akan siapkan somasi untuk Ketua Umum Partai, Aburiza Bakrie," kata peneliti ICW Donal Fariz di kantor ICW di Jakarta, Minggu (9/2/2014).
Hadir pula Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Abdullah Dahlan dan Sekretaris Jenderal FITRA Nasional Yenny Sucipto. DPD Partai Golkar NTB menggugat aktivis FITRA yang bernama Suhardi setelah ICW dan FITRA meminta laporan keuangan Golkar di NTB.
Akibat Golkar yang tidak memberikan dokumen seperti yang diminta, maka ICW dan FITRA melalui Suhardi, menggugat masalah ini ke Komisi Informasi Provinsi NTB. Hasilnya, Komisi pun mengabulkan gugatan tersebut.
"Memenangkan gugatan Suhardi dalam hal ini yang mewakili FITRA NTB, bunyinya adalah memutuskan, mengabulkan, permohonan untuk seluruhnya meminta rincian laporan keuangan partai yang bersumber dari iuran anggota," kata Donal.
Namun, lanjutnya, bukannya menjalankan putusan Komisi dengan memberikan informasi keuangan partai seperti yang diminta, Golkar justru menggugat Suhardi.
Partai bergambar beringin itu juga menggugat Komisi Informasi Provinsi NTB, dan Komisi Informasi Pusat.
Dalam gugatannya, kata Donal, Golkar merasa harga diri mereka diinjak-injak, dicemarkan nama baikan, dan kehilangan kepercayaan publik. "Tak tanggung-tanggung, DPP Golkar NTB bahkan meminta ganti kerugian sebesar Rp 1,053 miliar dalam gugatannya," ujar Donal.
Dia juga mengatakan, Aburizal selaku Ketua Partai sedianya mengoreksi langkah yang dilakukan DPD NTB Partai Golkar tersebut. "Kalau tidak, sama saja ketum Golkar membiarkan preseden buruk terjadi. Maka kami akan lakukan upaya hukum untuk pembungkaman akses informasi," ucapnya.
Selain itu, menurut Donal, gugatan Golkar ini bisa menjadi preseden buruk dari sisi pengadilan dan keterbukaan partai publik, serta menunjukan arogansi Partai Golkar karena tidak melaksanakan putusan Komisi Informasi Provinsi.
Donal juga menilai bahwa langkah Golkar yang menggugat aktivis FITRA, Komisi Informasi Provinsi, dan Komisi Informasi Pusat tersebut salah langkah atau error in persona.
"Karena yang digugat harusnya putusannya. Kalau mau banding, kasasi, harusnya putusannya, bukan subyeknya. Bagaimana logikanya, kasus Djoko Susilo misalnya, yang dibanding bukan putusan, tapi yang digugat, yang dijadikan obyeknya justru pengadilan Tipikor itu sendiri, logikanya seperti itu," tuturnya.
Yenny menambahkan, gugatan yang dilayangkan Partai Golkar tersebut telah membunuh demokrasi yang dibangun Indonesia karena tidak transparan.
"Karena kami ini, jelang pemilu, saya yakin bahwa kami dari FITRA, ICW, kita berkeinginan tidak akan memilih partai yang tidak transparan dan yang tidak memperjuangkan kepentingan rakyat," ujar Yenny.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.