Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Perbaikan Kebijakan Kehutanan Bisa Selamatkan Uang Negara Triliunan Rupiah

Kompas.com - 06/02/2014, 19:32 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengungkapkan, perbaikan kebijakan di sektor kehutanan, terutama yang berkaitan dengan usaha pertambangan di hutan, dapat menyelamatkan keuangan negara hingga triliunan rupiah. Jika isu kehutanan bisa dikendalikan pemerintah dengan baik, kata Bambang, manfaatnya juga dapat membawa kemaslahatan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.

“Ketika ini dilakukan, sebenarnya manfaatnya luar biasa dahsyat. Misalnya saja, satu contoh, dengan pemetaan yang baik, dengan pemahaman yang baik, upaya yang baik, kita bisa meminimalisir potensi kerugian. Misalnya tambang di kawasan hutan, kalau bisa kita kendalikan, lebih dari Rp 15,9 triliun bisa diselamatkan,” kata Bambang di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (6/2/2014).

Ketika itu, KPK menggelar jumpa pers memaparkan hasil kajian KPK bertema "Kerentaan Korupsi Dalam Perizinan Usaha Sektor Kehutanan 2013". Hadir pula dalam jumpa pers tersebut, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan Pakar Tata Kelola Kehutanan Prof. Hariadi Kartodihardjo.

Kajian KPK ini salah satunya bertujuan menyelamatkan keuangan negara yang berkaitan dengan sektor kehutanan. Melalui kajian tersebut, KPK melakukan pemetaan titik-titik rawan potensi kerugian negara. Dengan demikian, upaya pencegahan korupsi yang dilakukan KPK diyakini dapat dirasakan manfaatnya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

“Jadi kerawanan-kerawanan itu di mana terjadi, kerawanan-kerawanan itu dipakai untuk membangun government di situ untuk membangun tata niaga, tata laksana, atau seluruh proses kehutanan yang lebih baik,” kata Bambang.

Hariadi mengatakan, kajian ini dilakukan akhir tahun lalu dengan menggunakan hasil wawancara sejumlah pihak, termasuk para pengusaha kehutanan di 10 provinsi di Indonesia. Salah satu hasil kajian menunjukkan adanya jual beli izin pengelolaan hutan. Sebagian besar pengusaha mengakui bahwa rekomendasi dari kepala daerah untuk mendapatkan izin tidak gratis.

“Sebagian besar pengusaha mengatakan ini tidak gratis, perlu biaya besar untuk memperoleh surat-surat seperti itu. Banyak sekali orang yang mendapatkan izin, banyak juga dapat pengesahan,” kata Hariadi.

Hasil kajian lainnya menunjukan lemahnya pengawasan dan pengendalian Pemerintah atas ketertiban pelaksanaan pelaporan penyetoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Menurut Bambang, ada kekurangan PNBP yang disetorkan ke negara sekitar Rp 2 triliun selama dua tahun terkait sektor kehutanan.

“Itu bisa hampir Rp 12 triliun kita selamatkan, karena ada kekurangan PNBP di situ. Dalam dua tahun saja sudah Rp 2 triliun,” ujar Bambang.

Menanggapi hasil kajian KPK ini, Zulkifli mengatakan, pihaknya siap melakukan perbaikan. Melalui kajian ini, katanya, kelemahan atau kebobrokan suatu kementerian atau lembaga bisa diketahui KPK.

“Mana yang tidak beres di bupati, gubernur, sudah tahu. Kita disuruh memilih sebetulnya, eh perbaiki ini loh, untuk Anda, negara, dan rakyat agar makmur dilakukan kajian komprehensif. Kalau tidak, ada juga punishment (sanksi)-nya,” tutur Zulkifli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Segini Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Segini Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Pemerintah Disebut Setuju Revisi UU MK Dibawa ke Rapat Paripurna untuk Disahkan

Nasional
Hari Ketiga di Sultra, Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro dan Bagikan Bansos Beras

Hari Ketiga di Sultra, Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro dan Bagikan Bansos Beras

Nasional
Ketua Dewas KPK Sebut Laporan Ghufron ke Albertina Mengada-ada

Ketua Dewas KPK Sebut Laporan Ghufron ke Albertina Mengada-ada

Nasional
Revisi UU MK yang Kontroversial, Dibahas Diam-diam padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Revisi UU MK yang Kontroversial, Dibahas Diam-diam padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Nasional
MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

Nasional
Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Nasional
Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Nasional
Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesori Mobil

Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesori Mobil

Nasional
PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

Nasional
SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Nasional
Draf RUU Penyiaran Wajibkan Penyelenggara Siaran Asing Buat Perseroan

Draf RUU Penyiaran Wajibkan Penyelenggara Siaran Asing Buat Perseroan

Nasional
Draf RUU Penyiaran Atur Penggabungan RRI dan TVRI

Draf RUU Penyiaran Atur Penggabungan RRI dan TVRI

Nasional
[POPULER NASIONAL] 'Curhat' Agus Rahardjo saat Pimpin KPK | Banjir Bandang di Sumbar Tewaskan Lebih dari 40 Orang

[POPULER NASIONAL] "Curhat" Agus Rahardjo saat Pimpin KPK | Banjir Bandang di Sumbar Tewaskan Lebih dari 40 Orang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com