"Ini sama saja dengan melanggengkan atau membiasakan politik uang dalam bentuk yang lain. Ini akan mendorong banyak orang mau menjadi saksi tapi tidak dalam konteks menjalankan tugas dan fungsi pengawasan, tetapi hanya mencari bayaran," kata Arif di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2014).
Menurutnya, saksi seharusnya mendapatkan honor, karena keberadaannya memang diperlukan oleh parpol itu sendiri. "Prinsip parpol itu sukarela, sehingga anggota, simpatisan dan kader parpol itu tidak dibayar di partai. Kalau partai tidak mampu menghadirkan saksi di TPS ya tidak perlu dipaksakan," kata anggota Komisi II itu.
Selain itu, kata dia, penyediaan logistik bagi saksi parpol selama bekerja adalah kewajiban parpol juga. Negara tidak perlu mengeluarkan uang untuk membiayai honor saksi parpol.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk membayar saksi parpol yang akan ditempatkan di setiap TPS. Hal itu untuk mengantisipasi kekurangan dana yang kerap dikeluhkan parpol.
"Pemerintah juga mengakomodir anggaran saksi parpol di setiap TPS. Ada 12 saksi parpol. Biayanya bukan dari parpol tapi dari pemerintah. Itu keluhan dari parpol, tidak bisa mendatangkan saksi karena tidak ada anggaran," ujar Ketua Bawaslu Muhammad di Jakarta, Senin (20/1/2014).
Dia mengatakan, setiap saksi dibayar Rp 100 ribu untuk mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Untuk honor saksi parpol, pemerintah menganggarkan Rp 660 miliar.
"Ini dalam rangka memastikan proses pengawasan pemilu," lanjut Muhammad.
Wacana itu menuai kontroversi. Pemantau pemilu keberatan dengan adanya pembiayaan honor saksi parpol oleh negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.