Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JK Jadi Saksi Meringankan Tersangka KPK

Kompas.com - 21/01/2014, 14:22 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyambangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa sebagai saksi meringankan bagi mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Sudjadnan Parnohadiningrat yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran sekretariat jenderal pada 2004-2005, Selasa (21/1/2014). Pemeriksaan JK ini atas permintaan yang diajukan pihak Sudjadnan melalui KPK.

”Saya diminta untuk jadi saksi yang meringankan untuk Pak Djadnan, iya a de charge (meringankan). Pak Djadnan yang ditersangkakan karena menyelenggarakan konferensi-konferensi internasional pada zaman krisis,” kata Kalla setibanya di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

TRIBUNNEWS/HERUDIN Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Luar Negeri Sudjadnan Parnohadiningrat hendak memasuki mobil tahanan di Kantor KPK, Jakarta Selatan, Rabu (8/1/2014). KPK memperpanjang masa penahanan Sudjanan terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan dana sidang internasional Departemen Luar Negeri (Deplu) tahun 2004-2005. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Menurut Kalla, dia bersedia diperiksa KPK untuk membela Sudjadnan karena menilai bahwa mantan bawahannya itu hanya menjalankan perintah pemerintah untuk menggelar konferensi-konferensi internasional. Penyelenggaraan konferensi internasional tersebut, menurut Kalla, sangat menguntungkan negara yang ketika itu membutuhkan dukungan internasional.

”Ya, karena saya tahu bahwa dia melaksanakan keputusan pemerintah,” ujarnya.

Kalla juga mengakui bahwa ketika itu ia ikut bagian dalam pemerintah yang meminta Kemenlu agar menggelar konferensi-konferensi internasional. Kalla mengatakan bahwa Sudjadnan telah berkoordinasi dengannya terkait penyelenggaran konferensi tersebut.

“Perintah dari negara, ya, perintah dari saya juga,” ujarnya.

Kepada wartawan, Kalla juga mengaku sudah membawa bukti-bukti yang akan disampaikan kepada tim penyidik KPK. Mengenai dugaan kerugian negara yang timbul karena Sudjadnan mengambil keuntungan pribadi dari penyelenggaraan konferensi-konferensi tersebut, Kalla mengaku tidak tahu.

“Wah, saya tidak tahu, itu bukan urusan saya, yang penting itu keputusan negara.” ucapnya.

Selama ini, Sudjadnan mengaku hanya menjalankan perintah Presiden ketika itu, yakni Megawati Soekarnoputri, yang meminta Kemenlu melaksanakan kongres internasional sebanyak mungkin. Ketika itu, menurut Sudjadnan, Indonesia tengah dalam kondisi krisis sehingga butuh dukungan internasional.

Kemudian, saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjabat menggantikan Megawati, kata Sudjadnan, Kemenlu tetap diperintahkan untuk banyak menggelar konferensi internasional.

Sementara itu, menurut KPK, Sudjadnan diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang terkait penyelenggaraan konferensi-konferensi internasional sehingga merugikan keuangan negara. Dia diduga menyalahgunakan anggaran untuk konferensi tersebut.

Sebelum kasus ini, Sudjadnan terjerat kasus korupsi perbaikan gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura pada 2003-2004. Dalam kasus perbaikan gedung tersebut, Sudjadnan divonis 20 bulan penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 19 Januari 2011 dan kini sudah selesai menjalani masa pidana tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com