Ia menjelaskan, dalam proses pembuatannya, ide awal pembuatan film ini berasal dari dirinya. Rachmawati pun kemudian menawarkan idenya itu kepada Hanung Bramantyo dan Raam Punjabi dengan syarat dia dilibatkan dalam keseluruhan proses pembuatan film ini. Namun, dalam perjalanannya, ternyata banyak hal yang menurut Rachmawati bertentangan. Dia mencontohkan, soal naskah dialog yang membagi kehidupan Soekarno menjadi dua babak, yakni masa sebelum dan sesudah kemerdekaan. Padahal, lanjutnya, cerita Soekarno juga perlu melibatkan kisah akhir hayat tokoh proklamator itu di pengasingan. Hal lain yang membuat Rachmawati merasa ditipu adalah soal pemilihan peran utama Soekarno.
“Di situ saya merasa ditipu karena mereka sudah langsung menetapkan Ario Bayu. Padahal, saat itu saya sudah setengah mati cari orang non-aktor ke sana kemari. Tiba-tiba saya diminta datang untuk memilih dari tiga calon yang diajukan. Semuanya tidak ada yang cocok,” kata Rachmawati kepada anggota Komisi III DPR.
Tanpa alasan yang jelas, lanjut Rachmawati, MVP Pictures kemudian memutuskan memberikan peran sebagai Soekarno kepada Ario Bayu. Saat berbincang dengan sang aktor, Rachmawati mengaku tak menaruh kesan positif terhadap Ario Bayu. Ia menilai, Ario tidak terlalu mengenal sosok Soekarno.
“Bagaimana bisa seorang yang tidak kenal Soekarno bisa memerankan dan menjiwainya? Menjadi profesional saja tidak cukup,” kata calon anggota legislatif dari Partai Nasdem ini.
Rachmawati pun kemudian mundur dari produksi film itu. Surat pengunduran dirinya kemudian diterima pihak MVP Pictures. Dengan mundur dari produksi film ini, Rachmawati beranggapan film akan berhenti diproduksi. Tetapi, MVP Pictures tetap melanjutkan proses pengambilan gambar hingga akhirnya ditayangkan di bioskop.
"Banyak sekali bagian yang telah men-down grade sosok Bung Karno. Film ini sudah menggeser sejarah. Walaupun bermaksud menceritakan sosok Bung Karno, tapi film Soekarno ini lebih tepat untuk membunuh Soekarno,” katanya.
Pihak keluarga sudah melayangkan gugatan ke Polda Metro Jaya dan Pengadilan Niaga. Pengadilan Niaga pada 7 Januari sudah memutuskan agar PT MVP Pictures, Raam Punjabi, dan Hanung Bramantyo untuk segera menyerahkan master film, naskah, dan script film kepada pihak pemohon.
“Tapi hingga kini, dengan keluarnya keputusan dari PN Niaga, film Soekarno masih dengan masif beredar,” ucap Rachmawati.
Sementara itu, Guruh Soekarnoputra meminta agar film Soekarno dilarang untuk ditonton. Bukan hanya itu, ia juga meminta film lain seperti film tentang Gestapu, sejarah Orde Baru, dan Soe Hok Gie juga dilarang untuk dipertontonkan.
“Karena semua film tentang Bung Karno ini sudah menyimpang dari fakta sejarah. Ini sangat disayangkan,” ujar Guruh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.