Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajar, Atut Disangka Kasus Pemerasan

Kompas.com - 15/01/2014, 20:00 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Pengamat Ekonomi Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Dahnil Anzhar menilai wajar jika Komisi Pemberantasan Korupsi menjerat Gubernur Banten Atut Chosiyah dengan pasal pemerasan. Menurutnya, Atut menggunakan kekuasaannya sebagai gubernur untuk mengatur perusahaan yang akan memenangkan lelang sebuah proyek.

Ia menjelaskan, Atut bersama adiknya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, memonopoli proyek pembangunan yang ada di Banten. Monopoli itu dilakukan dengan cara membuat skenario agar perusahaan milik Wawan memenangi tender. Dahnil menambahkan, hal itu berhasil dilakukan lantaran Atut menjabat sebagai orang nomor satu di Banten. Sehingga, melalui wewenang kebijakan (diskresi) yang dipegangnya, Atut memaksa seorang kepala dinas agar memenangkan perusahaan milik Wawan.

“Jadi formulasi korupsi di Banten itu ya monopoli plus diskresi minus akuntabilitas sama dengan korupsi. Itulah yang saya kira menjadi sangkaan pemerasan,” kata Dahnil kepada Kompas.com, Rabu (15/1/2014).

Dahnil menambahkan, praktik pemerasan yang dilakukan oleh Atut bukan hal yang baru. Hampir seluruh proyek pembangunan yang dipegang oleh Wawan memiliki indikasi serupa. Sementara itu, untuk proyek yang tidak dipegang oleh Wawan langsung, ia menduga juga ada praktik pemerasan di dalamnya.

Sama seperti pada perusahaan Wawan, Atut diduga meminta para kepala dinas untuk memenangkan perusahaan lain yang ditunjuk adiknya sebagai pemenang dalam sebuah tender.

Sebelumnya, KPK menjerat Atut dengan pasal sangkaan yang baru. Atut disangka melakukan pemerasan terkait jabatannya sebagai gubernur. Penetapan pasal pemerasan ini merupakan hasil pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Pemprov Banten pada 2011-2013 yang menjerat Atut sebelumnya.

“Dari hasil pengembangan perkara juga atas nama RAC (Ratu Atut Chosiyah), penyidik juga telah menemukan dugaan sangkaan korupsi baru,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin (13/1/2014).

Menurut Johan, Atut disangka melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Adapun Pasal 12 huruf e memuat aturan mengenai dugaan pemerasan. Ancaman hukumannya, pidana penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara dan minimal empat tahun penjara serta denda paling banyak Rp 1 miliar dan paling sedikit Rp 200 juta.

Sementara pasal-pasal lainnya yang disangkakan kepada Atut di atas mengatur soal penerimaan suap. Lebih jauh mengenai pasal baru yang disangkakan kepada Atut tersebut, Johan mengaku belum dapat memberikan informasinya. Dia mengatakan akan mengecek terlebih dahulu nilai uang yang diduga diterima Atut.

“Ini terkait pengembangan kasus alkes, nanti saya cek dulu,” ujarnya. Sebelumnya, KPK menetapkan Atut sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alkes di Pemprov Banten tahun anggaran 2011-2013.

Dalam kasus ini, Atut diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara. Politikus Partai Golkar itu disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com