JAKARTA, KOMPAS.com — 
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keberatan dengan rencana Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melantik Hambit Bintih sebagai Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, di Rumah Tahanan Kompleks Polisi Militer Kodam Jaya, Guntur, Manggarai, Jakarta Selatan. Hambit mendekam di tahanan sebagai tersangka kasus suap terkait penanganan perkara sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Gunung Mas di Mahkamah Konstitusi.

Hambit diduga menyuap Ketua MK Akil Mochtar melalui anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Khairun Nisa. Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, alasan Gamawan tetap melantik Hambit meski yang bersangkutan berstatus sebagai tahanan kasus korupsi karena melaksanakan hak konstitusional tidak tepat.

”Seyogianya pelaksanaan suatu hak konstitusional tidak boleh merugikan negara. Apalagi merugikan hak dan daulat rakyat sebagai sang pemilik kedaulatan sejati. Hak konstitusional itu harus berpijak dan berpucuk pada kepentingan kedaulatan rakyat. Jika tidak, itu salah kaprah sehingga sudah saatnya diluruskan,” kata Bambang, di Jakarta, Rabu (25/12/2013).

KOMPAS/ALIF ICHWAN Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Koripsi (KPK), Bambang Widjojanto.

Jika Mendagri memaksa tetap melantik Hambit di tahanan, menurut Bambang, ketidakpercayaan terhadap pemerintah daerah makin meluas. Untuk itu, KPK mempertanyakan langkah Gamawan yang tetap memaksakan pelantikan Hambit meski dia berada di tahanan dan berstatus sebagai tersangka korupsi.

”KPK perlu mempertanyakannya. Kami memang belum membaca surat permohonan ke KPK soal pelantikan itu. Namun, pertanyaannya, apakah pelantikan itu tidak melawan moral hukum dari upaya luar biasa pemberantasan korupsi dan logika common sense rakyat yang kian muak dengan ulah koruptor,” kata Bambang.

Menurut dia, jika Mendagri tetap melantik Hambit sebagai Bupati Gunung Mas di tahanan, langkah tersebut jelas-jelas pemborosan uang negara yang tak perlu.

”Pejabat yang dilantik, tetapi tidak bisa bekerja karena sebagai tersangka dan ditahan adalah pemborosan uang negara. Yang bersangkutan jelas tidak bisa memberi kontribusi bagi jabatannya dan rakyat yang dipimpinnya,” kata Bambang.

KPK mengajak Kemendagri untuk bersama-sama memperlakukan korupsi sebagai kejahatan luar biasa sehingga penanganannya pun membutuhkan tindakan luar biasa. ”Kejahatan tindak pidana korupsi harus di-treatment dengan tindakan yang tegas dan luar biasa juga. Pesan itu harus jelas sampai ke masyarakat, khususnya para koruptor. Sudah terlama kita memberi toleransi pada sikap dan perilaku koruptif,” katanya.

Secara terpisah, Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, KPK telah menerima surat dari Kemendagri berkaitan dengan permintaan melantik Hambit. Namun, kata Johan, KPK masih mempelajari sejauh mana pelantikan tersebut berdampak terhadap upaya pemberantasan korupsi.

”Surat itu masih dipelajari, sejauh mana dampaknya bagi pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK, terkait pelantikan seorang tersangka menjadi pejabat publik. Hari Jumat akan disampaikan keputusan KPK terkait permintaan pelantikan tersebut,” kata Johan. (BIL)