Hajriyanto mengatakan, undang-undang tentang MK mengamanatkan penunjukan hakim konstitusi dilakukan oleh DPR, presiden, dan Mahkamah Agung (MA). Proses seleksinya juga harus transparan dan dapat diketahui publik.
"Transparansi DPR sangat baik. Sementara itu, Presiden itu yang transparansinya kurang sehingga publik melihat (keputusannya) tiba-tiba, muncul secara spontan, dan dipertanyakan," kata Hajriyanto di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (24/12/2013).
Selanjutnya, Hajriyanto mengimbau MK untuk mengambil langkah cepat untuk memastikan legitimasi hakim-hakimnya yang tengah dipermasalahkan. Di tengah masalah besar yang menimpa MK, legitimasi hakim MK diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik.
"Yang pasti, MK harus ambil langkah cepat, segera tutup isu problem legitimasi itu untuk menjawab keraguan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta membatalkan Keputusan Presiden No 78/P Tahun 2013 tentang pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida sebagai hakim konstitusi. Penggugat, Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi, menyambut positif putusan itu.
Perkara ditangani majelis hakim Teguh Satya Bhakti, Elizabeth IEHL Tobing, dan I Nyoman Harnanta. Gugatan diajukan Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK karena menganggap ada proses yang salah dalam pengangkatan calon hakim konstitusi. Koalisi juga berpendapat penunjukan Patrialis cacat hukum.
Padahal, Pasal 19 UU Nomor 24 Tahun 2003 menyatakan, pencalonan hakim konstitusi harus dilaksanakan secara transparan, partisipatif, dan harus dipublikasikan kepada masyarakat. Keppres itu dinilai melanggar UU MK Pasal 15, Pasal 19, dan Pasal 20 Ayat (2) soal integritas calon sebagai negarawan yang menguasai konstitusi.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menyatakan bahwa pemerintah tengah menyiapkan memori banding atas putusan PTUN tersebut. Djoko mempertanyakan mengapa hanya pengangkatan Patrialis dan Maria yang digugat karena ada hakim MK lain yang juga diangkat berdasarkan keputusan presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.