SEMARANG, KOMPAS.com — Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat mengusulkan adanya peninjauan kembali atas seluruh keputusan untuk perkara yang ditangani mantan Ketua MK Akil Mochtar. Arief menilai MK bisa memberikan tafsir soal keputusan hakim konstitusi yang "final dan mengikat" dalam UUD 1945.
"Putusan MK itu bersifat final dan mengikat. Tapi, kalau mencederai rasa keadilan bagaimana?" ujar Arief di sela-sela acara diskusi hukum progresif yang diadakan Satjipto Rahadjo Institute di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (29/11/2013).
Menurut Arief, final dan mengikat itu berdasarkan pertimbangan adanya ketetapan hukum sehingga jadwal ketatanegaraan tidak berlarut-larut. Tetapi, dalam praktiknya, ada suap dalam keputusan perkara MK seperti yang disangkakan ketika penanganan sengketa hasil Pilkada Lebak dan Gunung Mas. Sengketa itu ditangani Akil.
"Apakah tidak mungkin jika final dan mengikat itu diartikan sebagai amanah konstitusi dalam keadaan normal dan stabil. Bagaimana untuk keadaan tidak normal? Apakah betul final? Apakah tidak mungkin dipersoalkan lagi?" tanya Arief.
Guru Besar Universitas Diponegoro itu menambahkan, MK sebagai penjaga dan penafsir tunggal konstitusi bisa saja memberikan tafsir baru atas UUD 1945 yang menetapkan keputusan MK adalah final dan mengikat. Di dalam tafsir baru itu, kata Arief, MK bisa mengusulkan bahwa keputusan MK final dan mengikat jika keputusan itu dibuat tanpa intervensi.
Untuk membuat tafsir itu, Arief berpendapat, MK tak perlu mengajukan amandemen UUD 1945. Menurutnya, hakim konstitusi cukup melakukan pembahasan di tingkat internal. Tafsir baru ini, katanya, juga bisa berlaku surut. Dalam artian, jika ada sengketa-sengketa pilkada yang terbukti diputuskan oleh hakim karena suap, maka bisa ditinjau lagi.
Apakah tidak akan menimbulkan kekacauan? "Maka dari itu, hakim konstitusi dalam mempertimbangkan ini harus benar-benar memikirkan manfaat dan dampaknya. Apakah bisa memenuhi keadilan atau justru bisa menciptakan kekacauan di sana-sini?" jawab Arief.
Arief menambahkan, wacana ini baru sebatas pandangannya pribadi. Ia mengaku akan menyampaikan wacana ini dalam rapat internal hakim konstitusi. "Kita akan lihat apakah bisa kepastian prosedural dikalahkan oleh rasa keadilan masyarakat?" ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.