Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat: SBY Tak Serang Jokowi soal Kemacetan Jakarta

Kompas.com - 15/11/2013, 06:14 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Demokrat berpendapat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak bermaksud "menyerang" Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, terkait masalah penanganan kemacetan di Jakarta. Pernyataan Presiden soal kemacetan itu dinilai sesuai dengan ketentuan undang-undang dan bukan tanpa alasan.

"Kemarin itu tidak serta-merta pidatonya pelimpahan (masalah kemacetan) itu adalah kesalahan pemerintahan Jokowi. Tapi beliau sampaikan kepada masyarakat kalau ada persoalan (soal kemacetan), tanya Gubernur," ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Michael Wattimena, di Jakarta, Kamis (14/11/2013).

Wakil Ketua Komisi V DPR ini pun mengatakan, dalam pidato itu Presiden tak hanya menyebut Gubernur DKI Jakarta, tetapi juga gubernur lainnya. Di antara gubernur yang disebut pula oleh Presiden SBY, sebut dia, adalah Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, dan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin.

"Jadi, tidak ada pernyataan Pak SBY yang tendensius politis ke Pak Jokowi," imbuh Michael. Menurut dia pernyataan Presiden sesuai dengan ketentuan Undang-Undang 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang di dalamnya mengatur pembagian wewenang pemerintah pusat dan daerah. "Jadi, sama sekali tak ada yang salah dengan pernyataan Presiden," ujar dia.

Terlebih lagi, kata Michael, pada 26 Mei 2011, Presiden juga pernah mengumpulkan jajaran kabinet untuk membahas masalah kemacetan di Jakarta. "Artinya, Presiden tidak lempar tanggung jawab," ujar dia.

Jumlah kendaraan

Soal kemacetan tiada akhir di Jakarta, Michael berpendapat ada banyak penyebab. Angka pembelian kendaraan di Jakarta, sebut dia, adalah salah satu penyebab itu. Meski demikian, dia tetap mempertanyakan strategi Jokowi untuk mengatasi kemacetan tersebut.

"Jangan masuk ke efektif atau tidak (kebijakan Jokowi soal kemacetan) karena saya belum melihat kebijakan yang ditonjolkan untuk atasi macet ini," ujar Michael. Sterilisasi jalur khusus bus transjakarta menurut dia bukanlah strategi karena langkah tersebut memang sudah seharusnya berlaku.

Sebelumnya, Presiden SBY menyinggung pengalamannya saat berkumpul bersama para perdana menteri negara-negara ASEAN. Presiden merasa tertusuk keluhan para perdana menteri soal kemacetan Jakarta. Mereka pun menanyakan solusi apa yang diambil Pemerintah Indonesia untuk mengatasi kemacetan itu.

"(Saya ditanya) bagaimana solusinya? Kan saya enggak enak ditanya bagaimana solusinya," kata SBY beberapa waktu lalu. Menurut SBY, seharusnya kepala daerah setempat yang menjawab. Ia juga menyarankan agar para pengusaha menemui Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk membicarakan masalah macet di Jakarta. Begitu pula kemacetan di daerah lain.

"Yang harus jelaskan gubernurnya, wali kotanya. (Solusi dari kepala daerah) begini Pak, konsep kami. Pemerintah pusat bisa membantu, memberikan kemudahan-kemudahan. Efeknya kan banyak sekali macet 3 jam, 4 jam," ujar Presiden. Pidato inilah yang kemudian mendapat banyak sorotan dan dinilai pemerintah lepas tangan soal masalah kemacetan di Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com