BONE,KOMPAS.com — Suardi (51) alias Pak Guru semakin menjadi perbincangan di kalangan masyarakat Kabupaten Bone Sulawesi Selatan, setelah Detasemen Khusus (Densus) 88 antiteror menyergap rumahnya. Siapakah sosok sebenarnya Suardi dan apakah memang dia terlibat terorisme?
Dari penelusuran yang dilakukan Kompas.com pada Sabtu (19/10/2013) hingga ke pelosok Desa Bila, Kecamatan Amali, diperoleh informasi bahwa Suardi merupakan alumnus Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Watampone.
Dia merampungkan studinya pada tahun 2003 dan mulai menjadi tenaga guru honorer di Sekolah Dasar (SD) Inpress 6/80 Ulawengriaja, Kecamatan Amali, Kabupaten Bone. Bahkan, Suardi diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) sejak tahun 2007.
Suardi yang diketahui mengajar kelas murid kelas VI ini akhirnya memilih mengundurkan diri dari pekerjaannya dengan alasan enggan memakan uang haram.
"Alasannya satu, kalau saya terlambat datang mengajar biar satu menit maka potong gaji saya karena kalau tidak maka gaji yang saya makan itu haram karena saya tidak penuhi seluruh kewajiban saya," tutur Abdul Salam, Kepala Sekolah SD Inpress 6/80 Ulawengriaja menirukan ucapan Suardi.
Setelah beberapa kali mengajukan pengunduran diri, Suardi akhirnya secara resmi berhenti sejak tahun 2011. Meski Surat Keputusan (SK) pengunduran dirinya belum dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) setempat, tetapi sejak saat itu Suardi tidak pernah lagi datang menerima gajinya.
Sejak berhenti menjadi guru, Suardi kemudian bekerja sebagai petani, mengelolah kebun warisan orangtuanya. Sementara istrinya bekerja sebagai penjahit pakaian. Selain itu, Pak Guru juga aktif mengajar anak-anak baca tulis Al Quran di kediamannya pada sore hari.
Terkait keterlibatannya dengan aksi terorisme, warga setempat tak ada yang tahu, bahkan kaget setelah mendengar kabar bahwa Suardi telah tewas ditembak tim Densus 88. Pasalnya, kesehariannya Pak Guru dikenal orang baik dalam bertingkah laku dan sangat jujur saat mengobrol.
"Orangnya sangat baik dan jujur dan memang ada kelompok kajiannya kayak majelis taklim yang biasa melakukan pengajian setiap malam jumat. Makanya kami heran kenapa almarhum ditembak kalau alasannya sering ikut pengajian. Itu, kan, hal yang biasa. Di sini banyak kelompok majelis taklim," ujar Agustang, salah seorang tokoh masyarakat setempat.
Sebagaimana diberitakan, Suardi alias Pak Guru tewas ditembak oleh tim Densus 88 pada Kamis, 17 Oktober sekira pukul 15.00 wita. Saat itu Suardi diketahui baru saja pulang dari berkebun bersama anaknya AI (17) serta seorang rekannya J alias U yang ditangkap oleh Densus 88 menggunakan minibus Avanza bernomor polisi DW 567.
Istri Suardi meminta agar anaknya AI (17) segera dikembalikan lantaran tidak terlibat dengan aktivitas ayahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.