Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI Perjuangan: Bupati Gunung Mas Takut Dikalahkan Akil Mochtar

Kompas.com - 03/10/2013, 13:46 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Bupati Gunung Mas Hamid Bintih ternyata pernah berkonsultasi dengan partainya, PDI Perjuangan, terkait sebuah gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap dirinya.

Hamid ketika itu khawatir kemenangannya di Pilkada Gunung Mas dikalahkan dalam gugatan oleh Ketua MK Akil Mochtar. Demikian disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristyanto dalam pesan singkat yang diterima, Kamis (3/10/2013).

Hasto mengatakan, kedatangan Hamid ke DPP PDI Perjuangan dilakukan 14 hari lalu. Dia bertemu dengan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo. Oleh Tjahjo, sebut Hasto, Hamid diminta untuk mengumpulkan barang bukti.

"Seharusnya MK bisa lebih obyektif, mengingat selisih suara cukup besar mencapai 12 persen, dan sepanjang tidak ada money politic dan pengerahan birokrasi," kata Hasto menirukan ucapan Tjahjo kepada Hamid ketika itu.

Namun menurut Hasto, Hamid merasa khawatir. Pasalnya, dalam kasus lain, yakni Pilkada Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah, calon yang menang pun bisa dikalahkan. Kebetulan kasus itu melibatkan Akil Mochtar.

"Atas dasar tersebut, maka menjadi pemenang dengan selisih 12 persen bukan jaminan di MK," kata Hasto.

Perkara dalam sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas telah terdaftar di Mahkamah Konstitusi dengan nomor perkara 121-122/PHPU.D-XI/2013. Hakim panel yang menyidangkan perkara itu terdiri dari 3 orang, yaitu Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, dan Anwar Usman. Perkara tersebut tinggal mengagendakan putusan.

Perkara perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Gunung Mas tersebut diajukan oleh pasangan Alfridel Jinu dan Ude Arnold Pisi serta pasangan nomor urut satu, Jaya Samaya Monong dan Daldin, sebagai pemohon.

Dalam gugatan disebutkan bahwa pasangan Hamid Bintih-Arthon bernomor urut dua dituduh memberikan uang kepada pemilih. Modusnya, setelah pencoblosan, pemilih diminta membawa robekan kertas yang dibolongi untuk ditukar dengan uang tiga ratus ribu rupiah.

Sebelum MK mengeluarkan keputusannya, KPK sudah mencium adanya upaya suap. KPK pun akhirnya menangkap tangan Akil, bersama Chairun Nisa, dan Cornelis di kediaman Akil pada Rabu (2/10/2013) malam. Tak lama setelahnya, penyidik KPK menangkap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih serta pihak swasta berinisial DH di sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat.

Bersamaan dengan penangkapan ini, KPK menyita sejumlah uang dollar Singapura dan dollar Amerika yang dalam rupiah bernilai Rp 2,5 miliar-Rp 3 miliar. Diduga, Chairun Nisa dan Cornelis akan memberikan uang ini kepada Akil di kediamannya pada malam itu.

Pemberian uang itu diduga terkait dengan pengurusan perkara sengketa pemilihan kepala daerah di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang diikuti Hambit Bintih selaku calon bupati petahana. Pemberian uang kepada Akil ini diduga merupakan yang pertama kalinya. Belum diketahui berapa total komitmen yang dijanjikan untuk Akil.

KPK memantau pergerakan Akil sejak beberapa hari lalu. KPK sebelumnya menerima informasi dari masyarakat yang menyebutkan bahwa ada rencana pemberian uang untuk Akil pada Senin (30/9/2013). Namun rupanya, waktu pemberian uang itu bergeser menjadi Rabu malam.

Kini, KPK masih memeriksa Akil dan empat orang tertangkap tangan lainnya. Menurut Johan, KPK juga memeriksa lima orang lain, antara lain adalah petugas keamanan. Dalam waktu 1 x 24 jam, KPK akan menentukan status hukum Akil dan empat orang lain yang tertangkap tangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com