Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Periksa Pengusaha Sandiaga Uno Terkait Pencucian Uang Nazaruddin

Kompas.com - 03/10/2013, 10:02 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa pengusaha Sandiaga Uno terkait kasus dugaan korupsi pelaksanaan proyek PT DGI dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia, Kamis (3/10/2013). Sandiaga akan diperiksa sebagai saksi bagi mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut.

“Diperiksa sebagai saksi untuk MNZ (Muhammad Nazaruddin),” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha.

Sandiaga tiba di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta sekitar pukul 09.40 WIB. Saat memasuki Gedung KPK, Sandiaga membenarkan bahwa dia akan diperiksa sebagai saksi untuk Nazaruddin. Menurut Sandiaga, dalam surat panggilan yang dia terima, dia akan dikonfirmasi mengenai investasi.

“Panggilan tentang investasi,” ujarnya.

TRIBUNNEWS/HERUDIN Muhammad Nazaruddin di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (10/11/2011).
Namun, Sandiaga tidak menjelaskan lebih lanjut tentang investasi yang dimaksudnya itu. Saat ditanya apakah PT DGI memberikan uang kepada Nazaruddin, Sandiaga mengaku tidak tahu.

“Saya belum tahu itu, masih coba dicari tahu,” ujarnya.

KPK memeriksa Sandiaga karena dianggap tahu seputar kasus Nazaruddin. Dia diduga sebagai pemilik PT DGI. Adapun PT DGI diduga memenangkan sejumlah proyek Pemerintah melalui jasa Nazaruddin. Atas jasanya tersebut, Nazaruddin diduga menerima fee dari PT DGI.

Pada Rabu (2/10/2013), KPK memeriksa Direktur PT DGI Dudung Purwadi. Saat bersaksi dalam persidangan kasus suap wisma atlet SEA Games beberapa waktu lalu, Dudung mengakui bahwa perusahaannya beberapa kali mendapatkan proyek dari Nazaruddin. Selain wisma atlet SEA Games, proyek lain yang didapatkan PT DGI atas jasa Nazaruddin, menurut Dudung, antara lain proyek pembangunan Rumah Sakit Infeksi di Surabaya tahun 2008 dengan nilai proyek sekitar Rp 400 miliar dan proyek pembangunan RS Adam Malik 2009.

Melalui Grup Permai

Nazaruddin diduga medapatkan keuntungan dari pengadaan proyek Pemerintah melalui Grup Permai dengan sejumlah anak perusahaannya. Wakil Direktur Keuangan Grup Permai Yulianis di persidangan beberapa waktu lalu mengatakan, Grup Permai dan anak perusahaannya berperan menggiring proyek-proyek pemerintah agar tendernya dimenangkan mereka yang membayar perusahaan itu.

Dalam kasus dugaan suap wisma atlet misalnya, PT Anak Negeri, salah satu anak perusahaan Grup Permai, berperan membantu PT DGI memenangkan tender proyek. Upaya itu berbuah fee yang harus diberikan kepada petinggi Grup Permai, salah satunya Nazaruddin. Yulianis juga mengungkapkan bahwa Nazaruddin menggunakan fee dari menggiring proyek untuk membeli saham perdana PT Garuda Indonesia.

Total saham yang dibeli Nazaruddin melalui lima anak perusahaan Grup Permai, mencapai Rp 300,8 miliar. Dalam kasus suap wisma atlet, Nazaruddin diputus menerima fee Rp 4,6 miliar dari PT DGI. Nazaruddin dinyatakan bersalah dan dihukum tujuh tahun penjara.

Berdasar dokumen KPK, sejumlah proyek di beberapa kementerian diduga tendernya digiring oleh Grup Permai dan anak usahanya. Kementerian itu antara lain Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Agama, hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com