Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Langkah KPK terhadap Pembocor Rencana Geledah Rumah Olly?

Kompas.com - 26/09/2013, 09:28 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mengambil sikap untuk memproses hukum pelaku pembocoran rencana penggeledahan rumah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Olly Dondokambey di Manado, Sulawesi Utara.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan, Pimpinan KPK masih menunggu laporan dari tim penyidik yang dikirim ke Manado untuk berkoordinasi terkait pembocoran ini.

"Pimpinan tengah menunggu laporan dari tim penyidik yang dikirim, baru kemudian mengambil sikap," katanya melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com, Kamis (26/9/2013).

Tim penyidik KPK berangkat ke Manado untuk berkoordinasi dengan pihak Pengadilan Tipikor Manado agar memperjelas insiden bocornya rencana penggeledahan tersebut. KPK berkoordinasi mencari siapa sebenarnya pembocor surat permintaan izin tersebut, serta motif pelaku pembocoran.

TRIBUNNEWS/HERUDIN Anggota DPR asal Fraksi PDI Perjuangan Olly Donkokambey, saat tiba di kantor KPK Jakarta Selatan untuk menjalani pemeriksaan lanjutan, Senin (3/10/2011). Pimpinan Banggar DPR RI itu berada di KPK untuk diperiksa sebagai saksi kasus suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). (tribunnews/herudin)
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, pembocoran ini dapat menghambat penggeledahan KPK yang menjadi bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi Hambalang. Pelaku pembocorannya pun, menurut Johan, bisa dipidana mengingat surat izin penggeledahan itu merupakan dokumen rahasia.

Bambang juga menilai, bocornya rencana penggeledahan rumah Olly ini sedianya menjadi pembelajaran penting dalam menyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berkaitan dengan izin yang harus didapat penegak hukum sebelum melakukan upaya paksa, termasuk izin penyadapan.

"Kasus pembocoran di atas menjadi pembelajaran yang sangat penting sekali dalam kaitannya dengan penyusunan revisi KUHAP, khususnya soal aturan perizinan untuk melakukan upaya paksa, termasuk izin penyadapan," kata Bambang.

Dalam RUU KUHAP yang telah diparaf Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, dan Jaksa Agung Basrief disebutkan bahwa proses penyadapan harus seizin Hakim Pemeriksa Pendahuluan.

Menurut Bambang, aturan yang mengharuskan KPK mendapatkan izin dari Hakim Pemeriksa Pendahuluan sebelum melakukan penyadapan tersebut bisa menjadi sinyal bagi kematian pemberantasan korupsi mengingat rendahnya integritas dan profesionalitas penegak hukum seperti yang tergambar dalam kasus bocornya rencana penggeledahan Olly.

"Kalau kualitas integritas dan profesionalitas penegak hukum seperti dalam kasus dibocorkannya informasi dan surat yang masih bersifat rahasia atas izin penyadapan maka itu dapat jadi sinyal lonceng kematian upaya pemberantasan korupsi," ungkapnya.

Seperti diketahui, rencana penggeledahan rumah Olly di Manado bocor sebelum penggeledahan dilakukan. Ini merupakan kebocoran rencana penggeledahan yang pertama kalinya bagi KPK. Surat permintaan izin yang dikirimkan KPK kepada Pengadilan Tipikor Manado untuk menggeledah rumah Olly beredar salinannya di media massa pada Selasa (24/9/2013). KPK pun belum jadi menggeledah rumah Olly tersebut hingga hari ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com