Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemimpin yang Menyelesaikan Masalah, Adakah?

Kompas.com - 13/09/2013, 06:42 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tinggal tersisa satu tahun. Semua partai politik mulai sibuk merumuskan figur dan kriteria yang dianggap cocok menjadi pengganti SBY.

Mencari pemimpin, tentu bukan perkara mudah. Tantangan di depan adalah menjawab harapan rakyat, memetakan masalah, dan menyelesaikannya. Sederet nama tokoh nasional telah muncul ke permukaan dan digadang-gadang sebagai calon presiden mendatang.

Namun, apa landasan setiap partai politik menentukan calon presiden yang akan mereka usung? Saat Indonesia membutuhkan pemimpin yang mampu menyelesaikan masalah, adakah sosok pemimpin itu? Cukupkah hanya bermodal popularitas? Apa kendala yang melatari sulitnya mencari figur pemimpin Indonesia?

Peneliti Senior di Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsudin Harris, berpendapat, pemimpin yang didambakan rakyat sulit muncul karena terganjal skema pemilu. "Penentuan calon pemimpin pure menjadi wewenang partai politik," kata dia, di Jakarta, Kamis (12/9/2013).

Masyarakat, lanjut Syamsudin, tidak punya kesempatan untuk menguji kualitas calon pemimpinnya. Tak hanya untuk calon presiden, persoalan ini juga terjadi dalam pencalonan anggota legislatif yang mewakili suara rakyat di parlemen. Dia berkeyakinan mayoritas pemilih Indonesia tak mengenal para wakilnya itu.

Menurut Syamsudin, ada oligarki partai dalam penentuan calon pemimpin maupun legislatif. Dia pun berpendapat, skema pemilu Indonesia tak didesain untuk menghasilkan pemimpin atau wakil rakyat yang akuntabel. "Kalau tak diubah, akan begini terus," imbuh Syamsudin, dalam Diskusi Kompas-Lingkar Muda Indonesia (LMI) bertema "Pemimpin yang Menyelesaikan Masalah", di Bentara Budaya Jakarta, Kamis.

Tak cukup sekadar populer...

Di tempat yang sama, peneliti dari Institute Strategis Inisiatif (ISI), Luky Djuniardi Djani, menyampaikan, pemimpin ke depan sejatinya tak hanya menjual program atau visi dan misinya. "Tetapi juga (harus) membaca, memahami, dan memenuhi keinginan masyarakat," kata dia.

Bagi Luky, kriteria calon pemimpin mendatang adalah sosok yang punya mimpi sama dengan masyarakat yang dipimpinnya. Sayangnya, kata dia, sejauh ini semua partai politik hanya sibuk mencari calon presiden atau calon anggota legislatif yang populer sehingga dapat menjaring suara pemilih. "Padahal (popularitas), itu hanya persoalan remeh-temeh," tegas dia.

Luky mengatakan, hal mendasar yang harus dipikirkan partai politik saat ini adalah bagaimana supaya para calon presiden dan calon anggota legislatif menyampaikan gagasan atau mimpi yang ingin dicapai kelak kepada masyarakat. Dia berpendapat, gagasan tersebut pada akhirnya akan berbanding lurus dengan dukungan publik. 

"Sehebat apa pun figur yang terpilih menjadi presiden di tahun depan tak akan membawa hasil apa pun jika tak mendapat dukungan publik. Harus ada kesepakatan apa yang mau kita kerjakan. Superman sekalipun tak akan bisa kalau bekerja sendirian," ujar Luky.

Untuk itu, Luky meminta semua pihak, khususnya masyarakat, jeli memilih pemimpin ke depan. Ia mengimbau pilihan jangan hanya diputuskan karena ketertarikan subyektif, tetapi harus ada bobot lebih yang mendasarinya. "Indonesia akan terus berkutat dengan kesulitan mencari pemimpin yang mampu menyelesaikan masalah bila calon pemimpin hanya diusung karena alasan populer," tegas Luky.

Bahkan, lanjut Luky, pemimpin yang benar-benar menyelesaikan masalah bisa benar-benar tak akan ada bila penentuan pilihan masyarakat hanya karena kesukaan pribadi tanpa disertai rekam jejak memadai dari figur yang dipilih.

"Masalahnya, kita hanya terpukau pada pesona seseorang," kata Luky. "Kita belum menentukan mimpi kita seperti apa, apa yang menjadi prioritas. Kita tidak pernah bertanya. Kalau itu belum dilakukan, kita akan berkutat dengan masalah ini dalam waktu yang lama."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com