Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Kristi Bantah Ikut Amankan Korupsi Bansos Bandung

Kompas.com - 12/09/2013, 16:40 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat Kristi Purnamiwulan membantah telah mengatur majelis hakim yang menangani perkara banding kasus korupsi bantuan sosial Pemerintah Kota Bandung sesuai dengan arahan mantan Ketua PT Jabar Sareh Wiyono. Saat perkara itu bergulir di PT Jabar, Kristi menjadi pelaksana tugas Ketua PT Jabar menggantikan Sareh untuk sementara.

"Enggak, gak mungkin," ungkap Kristi di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (12/9/2013) ketika ditanya apakah ada arahan dari Sareh agar dia mengatur majelis hakim untuk mengamankan perkara bansos Bandung di tingkat banding.

Menurut Kristi, dia memang menjadi pelaksana tugas Ketua PT Jabar yang menyusun majelis hakim penanganan perkara korupsi bansos Bandung. Namun, Kristi membantah adanya perintah dari Sareh. Dia juga membantah dugaan ada aliran uang dari Dada kepada majelis hakim PT Jabar, termasuk kepada dirinya.

"Enggak ada, saya tidak tahu, saya ini kan bukan hakim tipikor. Saya hanya membantu perkara saja," ucapnya usai diperiksa KPK sebagai saksi terkait dugaan suap penanganan korupsi bansos Bandung untuk tersangka Dada Rosada.

Kristi juga mengaku tidak mengenal Dada Rosada yang menjadi Wali Kota Bandung.

"Enggak kenal Dada Rosada," kata Kristi sambil masuk ke Corolla Altis bernomor polisi B 1355 F yang telah menjemputnya.

KPK menetapkan Dada Rosada dan lima orang lainnya sebagai tersangka, yaitu mantan Sekretaris Daerah Bandung Edi Siswadi, hakim Pengadilan Negeri Bandung Setyabudi Tejocahyono, Ketua Gasibu Padjajaran Toto Hutagalung, pelaksana tugas Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung Herry Nurhayat, serta pria bernama Asep Triana yang diduga sebagai orang suruhan Toto.

Diduga, Setyabudi menerima suap dari Dada, Edi, Toto, Herry, dan Asep terkait penanganan perkara korupsi bansos di PN Bandung. Setyabudi bersama hakim Ramlan Comel dan Djodjo Djohari merupakan majelis hakim yang menangani perkara tersebut.

Kini, perkara korupsi Bansos Bandung tengah memasuki tahapan banding di Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Uang suap juga diduga mengalir kepada hakim yang menangani perkara bansos ini di PT Jabar.

Menurut surat dakwaan tim jaksa KPK yang menangani perkara Setyabudi, hakim PN Bandung itu menjanjikan kepada Toto untuk menutup peran Dada dan Edi dalam perkara korupsi bansos dan memutus ringan tujuh terdakwa. Untuk itu, Setyabudi meminta uang Rp 3 miliar dari Toto. Kemudian setelah perkara bansos Bandung ini masuk ke PT Jabar, Setyabudi diduga bekerjasama dengan ketua PT Jabar ketika itu, Sareh Wiyono untuk mengamankan kasus tersebut. Sareh diduga mengarahkan Kristi dalam menentukan majelis hakim yang menangani perkara bansos. Majelis hakim tersebut akan menguatkan putusan PN Bandung di tingkat banding.

Untuk hal itu, Sareh meminta Rp 1,5 miliar kepada Dada melalui Setyabudi yang disampaikan kepada Toto. Kristi kemudian menetapkan Majelis Hakim Banding perkara ini yakni terdiri dari Pasti Serefina Sinaga, Fontian Munzil, dan Wiwik Widjiastuti. Toto kemudian berhubungan dengan Pasti selaku Ketua Majelis Hakim.

Menurut surat dakwaan, Pasti meminta Rp 1 miliar untuk mengatur persidangan di tingkat banding, Rp 850 juta untuk tiga hakim, sedangkan sisanya untuk Kristi. Ia pun meminta penyerahan uang dilakukan satu pintu, melalui dirinya.

Dari komitmen tersebut, Toto sudah memberikan Rp 500 juta kepada Pasti. Uangitu berasal dari Dada dan Edi. Adapun Pasti ikut diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com