Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Spanduk Kampanye Cuma Bikin Kotor

Kompas.com - 02/09/2013, 09:02 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Para calon anggota legislatif untuk Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Daerah hendaknya tidak mengandalkan spanduk atau baliho di jalanan sebagai alat kampanye. Selain mengotori ruang publik dan menghadirkan antipati, alat peraga itu juga tidak efektif untuk memikat masyarakat.

Harapan itu disampaikan Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara, Jakarta, Eko Harry Susanto, saat dihubungi, Minggu (1/9/2013), di Jakarta. "Pemasangan spanduk dan baliho caleg di jalanan itu mencerminkan pendekatan politik instan. Seolah masyarakat bisa ditaklukkan dengan baliho dan spanduk," katanya.

Daftar caleg tetap (DCT) diumumkan Komisi Pemilihan Umum, pekan lalu. Dengan DCT itu, para caleg makin getol memasang spanduk, baliho, atau stiker di ruang publik hingga pelosok desa. Spanduk dan baliho itu memajang foto diri, partai, daerah pemilihan, dan nomor urut.

Eko mengungkapkan, banyak caleg percaya, spanduk dan baliho yang cenderung seragam itu bisa memikat hati pemilih. Bisa jadi itu masukan dari tim konsultan atau sekadar ikut-ikutan karena tidak mau tertinggal. Padahal, alat komunikasi ini semestinya hanya pendukung.

Spanduk dan baliho sebaiknya dibatasi dan ditertibkan agar tak mengganggu ruang publik. Para caleg juga harus lebih cerdas membuat alat peraga yang ditujukan kepada kelompok masyarakat setempat dan pesannya disesuaikan dengan persoalan lokal. Lebih baik lagi, jika caleg mau berdialog, mendengarkan, dan mencari jalan keluar atas masalah-masalah nyata rakyat.

Secara terpisah, Deputi Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz, mengatakan, setelah KPU mengesahkan DCT, sah bagi parpol dan calon berkampanye. Namun, aturan teknis tentang kampanye dan dana kampanye ternyata belum diundangkan. Ada kekosongan aturan yang jadi celah berkampanye.

Berdasarkan pemantauan JPPR, saat ini spanduk dan alat peraga lain lebih ditujukan untuk pengenalan caleg sehingga hanya menonjolkan aspek fisik daripada tema program. Demi menarik perhatian, kadang alat peraga dibuat aneh-aneh. Semua itu sesungguhnya tidak secara langsung memengaruhi pemilih.

Belum teruji, alat peraga yang sembarangan dipasang membawa dampak positif bagi popularitas. Alat peraga macam itu justru membahayakan karena bisa mengganggu konsentrasi pengguna jalan.

"Model kampanye yang paling tepat sekarang ini adalah bertemu langsung dengan masyarakat pemilih. Kunjungi dari rumah ke rumah, ketuk pintunya dengan sopan, ajaklah bicara dan ngobrol tentang nasib bersama di masa mendatang. Hasil pembicaraan itu dikumpulkan sebagai bahan nanti pada saat menjadi wakil rakyat. Ini bisa menghilangkan jarak antara caleg dan pemilih," katanya.

Di beberapa daerah, seperti DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, masyarakat turun tangan. Mereka dengan gerakan "Reresik Sampah Visual" secara berjaringan menurunkan spanduk dan membersihkan ruang publik dari sampah visual politik yang mengotori dan mengganggu. (IAM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com