Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Sudjiono Timan Dibebaskan, Musibah bagi Upaya Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 23/08/2013, 16:00 WIB
Ariane Meida

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Ketua Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, menilai putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan vonis 15 tahun penjara untuk Sudjiono Timan, mantan Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, sebagai musibah dan preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi.

Emerson menekankan, vonis bebas Sudjiono Timan di tingkat PK layak dicurigai mengingat pada tingkat kasasi ia divonis bersalah. Sudjiono dinyatakan terbukti melakukan korupsi sehingga merugikan keuangan negara lebih dari Rp 2 triliun dan bahkan sampai masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

“Aneh, dalam satu institusi yang sama menghasilkan dua putusan yang berbeda,” kata Emerson melalui surat elektronik yang disebarkannya kepada wartawan, Jumat (23/8/2013).

Sikap pengadilan yang menerima permohonan PK para koruptor yang melarikan diri, menurut Emerson, juga patut dipertanyakan. Pasalnya, hal ini bertentangan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 6 tahun 1988 yang ditandatangani ketua MA, Ali Said, dan diperbarui pada tahun 2012 melalui SEMA No 1 Tahun 2012.

SEMA tersebut menyebutkan bahwa pengadilan harus menolak atau tidak melayani penasihat hukum atau pengacara yang menerima kuasa dari terdakwa/terpidana yang tidak hadir (in absentia) tanpa kecuali. Artinya, permohonan dan atau pemeriksaan di persidangan harus dilakukan sendiri oleh pemohon/terdakwa.

Namun, dalam beberapa perkara, Emerson melihat, pengadilan dan MA malah mengabulkan permohonan PK dengan membebaskan koruptor yang pernah kabur dan dihukum bersalah di tingkat kasasi.

LUCKY PRANSISKA Anggota Badan Pekerja Indonesia Koruption Watch, Emerson Yuntho (kiri)

Sudah berulang

Menurut Emerson, sebelum Sudjiono Timan, MA juga pernah membebaskan Presiden Direktur PT SBU, Lesmana Basuki, yang menjadi terpidana perkara korupsi menjual surat-surat berharga berupa Commercial Paper (CP), pada tingkatan PK. Pada tanggal 25 Juli 2000, MA menjatuhkan vonis 2 tahun penjara, tetapi tidak bisa dieksekusi karena melarikan diri.

Saat masuk DPO, terpidana mengajukan PK pada tahun 2004 dan dibebaskan pada tahun 2007. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 209 miliar. Hal serupa juga dilakukan kepada Obed Nego Depparinding, Bupati Kabupaten Mamasa yang non-aktif pada tahun 2012 lalu. Pada tingkat kasasi, Obed dinyatakan bersalah dan divonis 20 bulan penjara dalam perkara korupsi anggaran Sekretariat DPRD Mamasa sebesar sekitar Rp1,2 miliar.

Proses eksekusi tidak berjalan karena Obed diberitakan kabur dan sempat ditetapkan sebagai DPO. PK yang diajukannya saat masuk DPO dikabulkan oleh MA dan akhirnya Obed dibebaskan bersama dengan 23 mantan anggota DPRD Mamasa lainnya. Emerson khawatir, koruptor akan menjadikan langkah Sudjiono Timan dan kasus serupa lainnya sebagai contoh bagi upaya koruptor menghindari proses hukum yang berjalan.

“Mereka akan melarikan diri ketika vonis dijatuhkan dan mengajukan upaya peninjuan dalam persembunyiannya,” ujar Emerson.

Oleh karena itu, menurut Emerson, Ketua MA ataupun Bagian Pengawasan MA serta Komisi Yudisial perlu melakukan pemeriksaan terhadap majelis hakim PK yang menjatuhkan vonis bebas terhadap Sudjiono Timan.

"KPK juga sebaiknya melakukan penyelidikan terkait dugaan mafia peradilan di tubuh MA khususnya terhadap hakim-hakim agung yang membebaskan koruptor," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com