Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Nduga Terancam Tidak Punya DPRD

Kompas.com - 20/08/2013, 16:22 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menjelang penetapan daftar calon tetap (DCT) DPR dan DPRD pada 22 Agustus mendatang, KPU Kabupaten Nduga, Provinsi Papua, belum melaksanakan penetapan bakal calon anggota legislatif (bacaleg). Baru 11 partai politik di daerah itu mendaftarkan bacalegnya. Masyarakat Nduga terancam tidak dapat memilih anggota DPRD kabupaten.

"Kabupaten Nduga sampai sekarang belum menyertakan pencalonan caleg. Saya tidak tahu nanti apakah akan ada anggota DPRD-nya atau bagaimana," kata Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah di Jakarta, Selasa (20/8/2013).

Ia mengatakan, hingga saat ini memang sudah ada 11 parpol dari 12 parpol peserta pemilu yang sudah mendaftarkan bacalegnya ke KPU Nduga. Hanya, kata dia, KPU tidak dapat menetapkan pencalonannya lantaran kantor KPU setempat disegel massa.

"Ini juga baru 11 atau 10 partai gitu yang mendaftar untuk caleg, tapi belum ditetapkan karena kantor KPU-nya dipalang," jelas mantan Ketua KPU Jawa Barat itu.

Diungkapkannya, meski demikian, pihaknya terus mengupayakan pemilihan DPRD kabupaten tetap dapat dilangsungkan di daerah itu. Menurutnya, memang ada beberapa tahapan yang tertunda. Namun, ujar dia, KPU dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tetap mengupayakan tahapan lainnya tetap berjalan.

"Mungkin mekanismenya hanya khusus tahapan tertentu yang akan ditunda," lanjut Ferry.

Ia menyampaikan, KPU telah beberapa kali berkoordinasi dengan Kemendagri. Meski demikian, tuturnya, beberapa pertemuan tersebut tidak menghasilkan keputusan yang signifikan dalam pelaksanaan pemilu di Nduga.

Konflik di Nduga dipicu masalah rapat koordinasi penetapan jumlah distrik, daerah pemilihan (dapil), daftar pemilih tetap (DPT), dan jumlah kursi di dewan untuk Pemilu 2014 pada 23 Maret 2013. Terjadi selisih pendapat antara pihak legislatif (DPRD) dengan eksekutif (bupati) dalam perubahan jumlah penduduk dan dapil.

Pemekaran kampung dan distrik di Kabupaten Nduga terjadi tanpa persetujuan DPRD setempat, yaitu dari delapan menjadi 32 distrik serta dari 32 menjadi 211 kampung. DPRD Kabupaten Nduga menolak pemekaran itu karena menuding data tersebut fiktif.

Mendagri Gamawan Fauzi telah memerintahkan Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Nduga untuk mematuhi peraturan KPU terkait penentuan jumlah dapil untuk Pemilu 2014. "Karena KPU berwenang sebagai penyelenggara pemilu, maka tidak boleh diintervensi dan penetapan itu harus ditaati," kata Mendagri.

Terkait perbedaan pendapat soal penetapan dapil dan jumlah penduduk guna kepentingan daftar pemilih, Mendagri menegaskan untuk daerah pemekaran penghitungannya menggunakan data daerah induk sebagai dasar.

"Jumlah dapil dan penduduk tidak bisa diubah dan kalau ada daerah pemekaran, yang digunakan sebagai acuan adalah daerah induknya," ujar Mendagri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin Jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin Jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com