Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bacakan Pleidoi, Ratna Dewi Minta Siti Fadillah Diproses Hukum

Kompas.com - 15/08/2013, 12:04 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan (sekarang Kementerian Kesehatan) Ratna Dewi Umar mengaku hanya menjalankan perintah atasannya sehingga dia kini didakwa korupsi dalam empat proyek pengadaan Depkes 2006-2007. Bekas anak buah mantan Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari itu mengaku tidak berniat melakukan tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Saya hanya bawahan yang menjalankan perintah pimpinan, tidak ada niat saya sama sekali melakukan korupsi seperti yang dituduhkan," kata Ratna saat membacakan pleidoi atau pembelaan pribadinya dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (14/8/2013).

Surat pembelaan yang berjudul "Flu Burung Membuatku Terkurung" itu dibacakan Ratna sambil berdiri menghadap majelis hakim Pengadilan Tipikor yang menyidangkan perkaranya. Ratna berdiri selama kurang lebih satu jam untuk membaca habis halaman demi halaman surat pleidoi yang disusunnya sendiri itu. Pleidoi ini merupakan tanggapan atas tuntutan tim jaksa KPK yang sebelumnya meminta Ratna dihukum lima tahun penjara.

Kepada majelis hakim, Ratna berharap tidak dihukum berat. Dia pun meminta agar pihak-pihak yang disebutkan dalam surat dakwaan bersama-sama dia melakukan tindak pidana korupsi ikut diproses hukum.

TRIBUNNEWS/DANY PERMANA Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, menggelar konferensi pers di kediamannya, Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Rabu (25/4/2012). Dalam konferensi pers tersebut, Siti menjelaskan mengenai kronoligis kasusnya sampai dia menjadi tersangka.
"Khususnya kepada Siti Fadillah Supari yang selama ini belum tersentuh dan merasa tak akan tersentuh. Saya yakin dia tidak akan lepas dari pengadilan akhirat," ucap Ratna dengan suara meninggi saat menyebut nama mantan atasannya tersebut.

Nama Siti Fadillah Supari memang disebut dalam surat dakwaan Ratna yang disusun jaksa KPK. Surat dakwaan menyebutkan, terdakwa Ratna Dewi Umar bersama-sama dengan Siti Fadillah Supari, Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo, Sutikno, Singgih Wibisono, Freddy Lumban Tobing, dan Tatat Rahmita Utami melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum.

Menurut jaksa, Siti ikut dalam perbuatan Ratna yang mengatur pengadaan empat proyek di Depkes. Empat proyek tersebut adalah pengadaan alat kesehatan dan perbekalan dalam rangka wabah flu burung tahun anggaran 2006 di Ditjen Bina Pelayanan Medik, penggunaan sisa daftar isian pelaksana anggaran (DIPA) 2006 di Ditjen Binayanmedik, pengadaan peralatan kesehatan untuk rumah sakit rujukan flu burung 2007, serta pengadaan reagen dan consumable penanganan virus flu burung 2007.

Dalam pleidoinya, Ratna kembali mengaku pernah mendapatkan perintah dari Siti untuk melakukan penunjukan langsung terhadap perusahaan Bambang Tanoesoedibjo dalam pengadaan alat kesehatan dan perbekalan penanganan flu burung. Perintah itu, menurut Ratna, disampaikan Siti saat dia menghadap Siti beberapa tahun silam.

"Beliau (Siti) langsung menyatakan penunjukan langsung dan memberikan kepada Rudi. Saya lalu tanya, Rudi siapa? Dijawab Rudi Tanoesoedibjo," tutur Ratna.

Saat itu, Ratna mengaku sempat mempertanyakan alasan pengadaan proyek ini dilakukan melalui penunjukkan langsung. Namun, Siti menilai pengadaan proyek ini dapat dilakukan melalui penunjukan langsung karena flu burung telah mewabah ketika itu. Menteri Kesehatan telah mengeluarkan peraturan yang menyatakan penyebaran flu burung sebagai kejadian luar biasa.

"Saya mohon hakim sampaikan pemikiran saya soal arahan Menkes pengadaan penunjukan langsung tidak salah mengingat jumlah kasus dari 2005 terus meningkat, penularan semakin ganas, dan yang masuk rumah sakit rata-rata kritis sehingga perlu ruangan khusus, kematian unggas sudah terjadi di 30 provinsi dari 33 provinsi," kata Ratna.

Kepada majelis hakim, Ratna juga mengaku pernah disebut seorang penyidik KPK sebagai korban. Menurut Ratna, penyidik KPK yang menangani kasusnya itu mengesankan kalau KPK akan menjerat pihak selain dirinya dalam kasus ini.

"Ada penyidik yang sampaikan 'Doa Bu Ratna didengar Allah, sebentar lagi akan heboh, anaknya sudah dipanggil, keluarganya juga, kasusnya juga bukan hanya ini'. Tapi, hingga kini sosok tersebut belum tersentuh hukum," ujarnya.

Sementara saat diperiksa dalam persidangan sebagai saksi bagi Ratna beberapa waktu lalu, Siti mengakui telah memerintahkan agar pengadaan alat kesehatan flu burung dan perlengkapan rumah sakit rujukan flu burung 2006 dilakukan melalui penunjukan langsung. Namun, Siti membantah sudah menunjuk perusahaan tertentu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com