JAKARTA, KOMPAS.com — Koalisi Penyelamatan Mahkamah Konstitusi (MK) mendaftarkan gugatan permohonan pembatalan Keppres No 87/P Tahun 2013 terkait pengangkatan jabatan Patrialis Akbar sebagai Hakim Konstitusi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Senin (12/8/2013).
"Kita ajukan pembatalan terhadap surat keputusan (SK) yang diterbitkan Presiden kepada calon hakim konstitusi atas nama Patrialis Akbar," ujar Bahrain selaku Direktur Advokat saat Konferensi Pers di PTUN, Jakarta, Senin.
Koalisi ini, di antaranya, terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Bahrain menilai, ada proses yang salah dalam pengangkatan calon hakim konstitusi. "Artinya kita melihat ada proses yang salah. Kita anggap tidak mengamalkan apa yang diamanahkan undang-undang konstitusi dalam mengangkat atau menyeleksi calon hakim," kata Bahrain.
Menurut Bahrain, penunjukan Patrialis ini cacat hukum. Pasal 19 Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK menyatakan pencalonan hakim konstitusi harus dilaksanakan secara transparan dan partisipatif dan harus dipublikasikan kepada masyarakat.
"Artinya peran itu tidak dilaksanakan oleh Presiden untuk memublikasi calon-calon hakim di media massa sehingga masyarakat bisa berpartisipasi memberi masukan terhadap calon tersebut," kata Patrialis.
Di tempat yang sama, Julius dari YLBHI mengatakan, keppres itu melanggar UU MK Pasal 15, Pasal 19, dan Pasal 20 (2).
"Dalam Pasal 15 Undang-Undang MK dijelaskan ada pelanggaran, yaitu terjadi integritas calon sebagai negarawan yang menguasai konstitusi," kata Julius.
Adapun Pasal 19 UU MK, kata Julius, terkait transparansi pemilihan calon hakim konstitusi oleh presiden dan tidak terpenuhinya partisipasi masyarakat dalam melakukan pemantauan dan pengawasan serta memberikan masukan.
"Pasal 20 Ayat 2 UU MK, tidak terbukanya kepada publik dan transparansi menegasikan obyektivitas dan akuntabilitas pencalonan hakim," ungkap Julius.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono resmi menunjuk Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi dari unsur pemerintah. Patrialis, mantan Menteri Hukum dan HAM, menggantikan Achmad Sodiki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.