JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai sebagian masyarakat memiliki paradigma yang keliru terhadap Presiden dan pemerintahan. Mereka, menurut Presiden, memiliki paradigma bahwa presiden dan pemerintahan bertindak seperti Orde Baru.
Hal itu dikatakan Presiden saat acara silaturahim dan buka puasa bersama pihak media massa di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/7/2013). Acara dihadiri para pemimpin redaksi, pimpinan organisasi kewartawanan, wartawan senior, dan wartawan kepresidenan.
Penilaian Presiden itu muncul setelah membaca pesan singkat, pesan di Twitter dan Facebook. Sejak 2005, Presiden mengaku sudah menerima jutaan pesan singkat dari rakyat.
"SMS-SMS yang masuk ke saya, Pak SBY, Anda harus begini, Anda harus begitu. Saya melihat sebagian dari kita, mindset-nya masih paradigma seorang presiden dan pemerintahan yang memimpin di era otoritarian, bukan di era demokrasi. Menggambarkan presiden bisa berbuat apa saja, menggambarkan kekuasaan negara begitu besarnya, dan kemudian mengabaikan kaidah-kaidah demokrasi dan tata pemerintahan hasil reformasi," kata Presiden.
Kepala Negara mengatakan, rakyat harus memilih bagaimana peran negara dan pemerintahan. Apakah rakyat ingin negara dan pemerintah berperan seperti polisi yang menindak tegas, membuat aturan ketat, melarang berbagai hal agar semua tertib?
"Atau oh tidak, tidak boleh negara dan pemerintah melakukan seperti itu. Tidakkah kehidupan bangsa harus berjalan seperti yang diharapkan, natural, menjalankan nilai-nilai dan budaya yang baik, hingga menjadi the good society. Kalau begitu jawabannya bukan meminta negara selalu menangani, menyelesaikan apa pun dengan cara-cara memandulkan peran kesadaran dan tanggung jawab masyarakat," kata Presiden.
Presiden menginginkan adanya penegakan hukum yang efektif. Untuk itu, perlu institusi penegak hukum yang kuat. Jika institusi penegak hukum seperti kepolisian melakukan penindakan yang tegas, Presiden berharap jangan langsung dikritik.
"Jangan buru-buru dianggap sebagai tindakan represif, apalagi dianggap melanggar HAM. Kita harus memilih, kembali ke otoritarian semuanya dikontrol atau era kekebasan. Mari kita berpikir jernih," pungkas Presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.