Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini, Putusan Gugatan Praperadilan Antasari Azhar

Kompas.com - 14/06/2013, 07:42 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Putusan gugatan praperadilan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar terhadap Polri dijadwalkan akan dibacakan oleh hakim tunggal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2013). Pembacaan putusan diagendakan pukul 09.30 WIB.

"Putusan gugatan praperadilan Antasari terhadap Kapolri dalam perkara SMS gelap akan dibacakan hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan oleh hakim tunggal Didiek Setyo Handono," ujar Kuasa Hukum Antasari, Boyamin Saiman di Jakarta, Jumat (14/6/2013) pagi. Gugatan itu terkait tidak adanya kejelasan penanganan kasus SMS gelap yang pernah dilaporkan Antasari ke Bareskrim Polri pada Agustus 2011.

Dalam sidang praperadilan sebelumnya, sejumlah saksi telah memberikan keterangan. Di antara para saksi adalah mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Ahli IT Agung Harsoyo, dan adik Nasrudin, Andi Syamsuddin Iskandar.

Para saksi itu mengaku tidak pernah melihat isi SMS bernada ancaman yang disebut dikirim Antasari pada korban pembunuhan, Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Antasari berkeyakinan gugatannya dikabulkan hakim. "Ya, optimistis. Namanya sedang berjuang saya harus optimistis. Kalau tidak, kalah sebelum berperang," kata Antasari di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (13/6/2013).

Seperti diketahui, Antasari terseret kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Berdasarkan keterangan dua saksi, Antasari disebut mengirim SMS bernada ancaman pada Nasrudin. Namun, keberadaan SMS itu tidak dapat dibuktikan di pengadilan.

Meski demikian, Antasari tetap dihukum bersalah dan harus menjalani kurungan 18 tahun penjara. SMS itu disebut dikirim Antasari setelah Nasrudin memergoki Antasari berduaan dengan Rani Juliani di Hotel Gran Mahakam, Jakarta. Adapun SMS yang disebut dikirim oleh Antasari itu berisi, "Maaf mas, masalah ini cukup kita berdua saja yang tahu. Kalau sampai ter-blow up, tahu konsekuensinya."

Antasari mengaku tidak pernah mengirim SMS bernada ancaman kepada Nasrudin. Kemudian ia melaporkan kasus SMS gelap itu ke Bareskrim Polri untuk mengetahui apakah SMS itu benar ada dan siapa pengirimnya. Namun, karena tidak ada kemajuan dari laporannya 2 tahun lalu, Antasari mengajukan gugatan praperadilan terhadap Polri. Antasari meminta laporan itu diusut hingga tuntas.

Adapun kepolisian menyatakan, kasus itu telah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya. Kuasa hukum Mabes Polri AKBP W Marbun menegaskan, kasus itu masih dalam tahap penyelidikan dan belum pernah dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Penyidik mengaku kesulitan karena tidak ada alat bukti yang cukup untuk melakukan penyelidikan. Sebab, bukti berupa ponsel jenis Nokia Comunicator tipe E90 warna hitam milik Nasrudin, diduga masih dipegang oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Nasional
    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Nasional
    Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

    Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

    Nasional
    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

    Nasional
    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Nasional
    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Nasional
    Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Nasional
    Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Nasional
    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

    Nasional
    'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

    "Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

    Nasional
    Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

    Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

    [POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

    Nasional
    Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

    Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

    Nasional
    Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

    Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

    Nasional
    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com