Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Janggal, Polisi Tahu Motif Nasrudin Dibunuh dalam 1 Hari

Kompas.com - 11/06/2013, 18:27 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Andi Syamsuddin Iskandar, selaku adik kandung Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen, mengungkapkan kejanggalan yang dialaminya setelah sang kakak tewas ditembak. Kejanggalan yang pertama, terang Andi, ia dihampiri tiga polisi berpangkat komisaris polisi (kompol) di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

"Jam 03.00 subuh, ada tiga kompol yang atas nama Polda Metro dari Reskrim. Satu kompol namanya Suryadi datang menanyakan siapa saudara almarhum," terang Andi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/11/2013).

Setelah itu, polisi itu menanyakan apakah Andi kenal dengan anak angkat Nasrudin bernama Rani Juliani. Andi menjawab tidak mengenalnya. Andi pun spontan menanyakan mengapa kakaknya dibunuh. Polisi itu langsung menjelaskan bahwa Nasrudin dibunuh karena masalah cinta segitiga.

"Kompol Suryadi mengatakan motif diketahui dan sopir almarhum sudah di Polres Tangerang. Motifnya adalah cinta segitiga," kata Andi.

Andi mengaku heran pihak kepolisian dengan cepat sudah mengetahui motif pembunuhan itu. Sebab, kedatangan ketiga polisi itu belum lebih dari 24 jam setelah peristiwa penembakan Nasrudin. Andi menjelaskan, Nasrudin tewas ditembak sekitar pukul 13.00 pada Sabtu (14/3/2009) dan aparat kepolisian datang ke RSPAD itu sekitar pukul 03.00 dini hari. Adapun motif pembunuhan atau tindak kriminal lain biasanya diketahui setelah pelakunya telah ditangkap.

Andi juga tak menyangka jika pembunuhan itu bermotif cinta segitiga. Dari awal, Andi mengira pembunuhan itu terkait kasus korupsi yang pernah dilaporkan Nasrudin. Menurut Andi, Nasrudin pernah melaporkan kasus korupsi di PT Rajawali Nusantara Indonesia yang merupakan induk perusahaan tempat Nasrudin bekerja.

Kejanggalan lain, lanjut Andi, polisi saat itu menunjukkan foto kaca mobil Nasrudin. "Tiga kompol datang dan menunjukkan saya foto mobil kaca almarhum," katanya.

Saat itu pula Andi dihampiri dua orang yang mengaku teman Nasrudin, yaitu Jeffrey Lumampouw dan Etza Imelda Fitri. Keduanya menyatakan mengetahui siapa dalang pembunuhan Nasrudin. Mereka mengaku ditunjukkan oleh Nasrudin SMS berisi ancaman.

Ketiga polisi itu pun meninggalkan RSPAD Gatot Subroto sekitar pukul 05.00. Tak lama setelah itu, datanglah seseorang yang mengaku dari Polres Tangerang dan mengaku ingin melihat jenazah Nasrudin, tetapi dicegah oleh Andi karena orang tersebut tak membawa surat perintah. Setelah itu, menurut Andi, banyak petugas yang ingin melihat jenazah. Salah satunya seseorang yang mengaku intelijen dari komando daerah militer (kodam).

"Saat itu juga, ada nyelonong, katanya dari intel kodam. Saya tahan juga," ujar Andi.

Kejanggalan kasus ini sebelumnya juga pernah dibeberkan Andi dalam sidang peninjauan kembali Antasari Azhar. Namun, kesaksian Andi rupanya tak memengaruhi keputusan hakim Mahkamah Agung. MA menolak permohonan PK Antasari. Dengan penolakan PK itu, Antasari tetap divonis 18 tahun penjara karena terbukti merencanakan pembunuhan Nasrudin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

    Nasional
    Kualitas Menteri Syahrul...

    Kualitas Menteri Syahrul...

    Nasional
    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com