Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antasari Minta Polisi Tak Malas Tangani Laporannya

Kompas.com - 07/06/2013, 13:16 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar meminta kepolisian serius untuk menangani laporannya terkait kasus SMS kepada bos PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Menurut dia, jawaban Polri pada sidang praperadilan beberapa waktu lalu mengada-ada dan tak mendasar. Antasari pun menyampaikan replik yang berjudul "Level Polisi yang Kita Cintai Jangan Malas Melayani Masyarakat".

"Jika dilihat dari alur waktu sejak saksi pelapor Masayu Donny Kertopati diambil keterangannya pada September 2011 hingga sekarang maka laporan pemohon mengendap selama kurang lebih 1,5 tahun tanpa kejelasan tindak lanjutnya," kata Antasari saat membacakan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (7/6/2013).

Antasari juga tak menerima alasan kepolisian yang menyatakan tidak memiliki alat bukti untuk menindaklanjuti laporannya. Alat bukti berupa ponsel Nokia Communicator E90 milik Nasrudin dikatakan masih dipegang jaksa penuntut umum di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

"Bukanlah kantor (Kejati DKI Jakarta) yang tidak diketahui alamatnya sehingga harusnya tidak perlu waktu lebih dari 1 tahun bagi termohon untuk meminjam barang bukti yang dikuasai Jaksa Penuntut Umum," katanya.

Gugatan praperadilan ini dilayangkan Antasari terkait tidak adanya kejelasan penanganan kasus SMS gelap terhadap PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen. Antasari yang mengaku tak pernah mengirim SMS bernada ancaman itu kemudian membuat laporan ke Polri dengan nomor laporan LP/555/VIII/2011/Bareskrim tanggal 25 Agustus 2011.

Antasari berharap, laporan itu dapat mengungkap siapa yang mengirim SMS itu ke nomor Nasrudin. Pihak kepolisian dalam sidang gugatan praperadilan mengatakan kasus itu belum dihentikan. Kuasa Hukum Polri AKBP W Marbun menjelaskan, kasus itu telah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

Antasari dihukum 18 tahun penjara atas kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Antasari disebut mengirim SMS bernada ancaman pada Nasrudin sebelum penembakan itu. Namun, dalam persidangan bukti adanya SMS itu tak dapat ditunjukan oleh Jaksa. Adanya SMS ancaman itu hanya berdasarkan keterangan dua orang saksi.

Saksi ahli di bidang IT, Agung Harsoyo, pada waktu lalu, mengatakan ancaman pesan singkat itu tidak dikirim dari telepon genggam Antasari, tetapi dikirim melalui alat teknologi informasi atau jaringan internet lain. SMS itu disebut dikirim Antasari setelah Nasrudin memergoki Antasari berduaan dengan Rani Juliani di Hotel Gran Mahakam, Jakarta.

Adapun, SMS yang disebut dikirim oleh Antasari itu berisi, "Maaf mas, masalah ini cukup kita berdua saja yang tahu. Kalau sampai ter-blow up, tahu konsekuensinya".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Nasional
    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    Nasional
    'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

    "Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

    Nasional
    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Nasional
    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

    Nasional
    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Nasional
    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Nasional
    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Nasional
    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Nasional
    'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    "Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    Nasional
    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com