Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dicari, Capres yang Negarawan, Pluralis, dan Fokus!

Kompas.com - 31/05/2013, 03:14 WIB
Nina Susilo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia dengan seabrek masalah ekonomi, hukum, dan intoleransi memerlukan sosok pemimpin yang negarawan, pluralis, dan berani mengambil risiko. Calon presiden juga diharapkan fokus pada tugasnya mengurusi negara, bukan disibukkan dengan partainya atau keluarganya.

Pendapat ini disampaikan pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Haryadi; peneliti LIPI Siti Zuhro; dan Direktur Eksekutif Akar Rumput Political Strategic Dimas Oky Nugroho secara terpisah, di Jakarta, Kamis (30/5/2013). Zuhro dan Haryadi sepakat, sosok calon presiden alternatif bisa dimunculkan bila Indonesia memiliki sosok yang memiliki jiwa kenegarawanan untuk membangun negeri dan mengatasi segala permasalahan dan ketidakpastian.

Pemimpin Indonesia, kata Haryadi, harus cakap dan berani mengambil risiko dengan pilihan kebijakannya. Wawasan dan komitmen multikulturalisme yang tinggi, menurut dia, juga menjadi syarat mutlak. Sebab, saat ini dan ke depan, banyak ekspresi ketidakpuasan dalam keanekaragaman ikatan identitas budaya, baik etnik, agama, bahasa, maupun jender sebagai konsekuensi pilihan jalan demokrasi dengan kondisi masyarakat yang serba "kurang".

Sementara itu, Dimas memilih aspek kapasitas dan integritas sebagai syarat pemimpin, bukan semata populer atau pintar dan bergelar panjang. Rekam jejak yang bagus serta visi yang jelas akan membawa Indonesia lebih baik. "Kita perlu pemimpin yang punya hati nurani, memahami semangat proklamasi dan komitmen ke-Indonesia-an, serta punya nyali menjalankan hati nuraninya. Pemimpin Indonesia seharusnya satrio pinandito sinisiyan wahyu; bijaksana, cerdas, dan ksatria," ujarnya.

Namun, tegas Dimas, semua itu tak akan berarti bila pemimpin tak bisa fokus dalam tugasnya. Bila calon presiden masih diganggu urusan partai atau perusahaan, dia tak akan mampu konsen memajukan Indonesia sepenuh hati.

Dari kriteria-kriteria tersebut, muncul nama-nama yang diharapkan mampu memperbaiki penegakan hukum di Indonesia, seperti Mahfud MD, Rustriningsih, Joko Widodo, Ganjar Pranowo, Khofifah Indar Parawansa, dan Tri Rismaharini. Namun, Haryadi menilai belum muncul nama yang sesuai kriterianya. "Setidaknya tak muncul (nama) ke permukaan dengan record yang terekam. Ini bisa karena lemahnya pengaderan kepemimpinan dalam konfigurasi dan tatanan politik Indonesia secara terlembaga," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Nasional
    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com