Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Silakan, yang Mau Berburu Lowongan "Indonesia Memanggil" KPK

Kompas.com - 16/05/2013, 18:48 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui program Indonesia Memanggil membuka lowongan pekerjaan bagi masyarakat umum yang ingin menjadi bagian dari tim pemberantas korupsi. Ada 286 posisi yang ditawarkan oleh KPK dalam program tersebut.

Kepala Biro Sumber Daya Manusia KPK Apin Alfian menggatakan, ada 72 jabatan yang ditawarkan KPK dari 286 posisi yang dibuka, seperti Deputi Informasi dan Data dan Kepala Bagian Protokoler. Dari jumlah tersebut, sebanyak 149 posisi di antaranya akan ditempatkan untuk jabatan fungsional, seperti penyidik. Sisanya ditempatkan di bagian administrasi.

"Masyarakat umum yang ingin mendaftar bisa membuka website KPK mulai nanti malam pukul 24.00 WIB," kata Apin, Kamis (16/5/2013).

Apin menjelaskan, seluruh lowongan pekerjaan yang ditawarkan oleh KPK untuk posisi pegawai tetap, sedangkan untuk posisi pegawai negeri yang dipekerjakan, KPK akan bekerja sama dengan sejumlah instansi, seperti TNI dan Polri. Posisi itu biasanya untuk menjabat sebagai penyidik.

Apin mengatakan, jika ada anggota TNI/Polri yang ingin melamar pekerjaan sebagai penyidik KPK, mereka harus bersedia melepaskan status jabatan sebelumnya.

"Harus lepas statusnya. Hal seperti itu disebut alih profesi, dan itu sudah ada kerja samanya dengan TNI," katanya.

Lowongan ini dibuka hingga 25 Mei 2013 pukul 24.00 WIB. Seluruh proses tes dan seleksi akan dilaksanakan oleh pihak ketiga (konsultan) yang telah ditunjuk KPK. Sementara untuk tahap wawancara final akan dilaksanakan oleh KPK.

"Batas usia minimum 25 hingga maksimum 52 tahun," katanya.

Sebagai informasi, Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, gaji yang akan diperoleh seseorang yang ingin menjadi deputi di KPK mencapai Rp 50 juta, sedangkan gaji seorang kepala biro hanya selisih Rp 5 juta-Rp 10 juta dari gaji yang diterima deputi.

"Kami terima gaji saja, tidak ada tunjangan. Hanya ada tunjangan kesehatan. Pajaknya progresif. Jadi semakin besar gajinya, semakin tinggi pajaknya. Bisa mencapai angka 35 persen pajaknya," kata Johan.

Johan menambahkan, setiap pegawai KPK tidak akan mendapatkan dana pensiun. Tetapi, mereka akan mendapatkan tunjangan hari tua (THT). THT tersebut dipotongkan dari gaji yang diterima gawai setiap bulan.

"Jadi seperti tabungan untuk hari tua," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com