JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Pemilih Indonesia, Boni Hargens mengatakan, para pemilih di Indonesia cenderung memiliki karakteristik volatile (pemilih sesaat). Pemilih seperti ini memiliki kebiasaan gemar bermigrasi saat memberikan dukungan kepada partai politik ketika pemilu dilaksanakan. Hal ini tergantung pada emosi yang tengah dirasakan oleh pemilih.
"Pemilih bisa berubah rasa cintanya, tergantung bagaimana emosinya, seperti cinta monyet," kata Boni saat memaparkan hasil kajian terhadap tingkat volatilitas pemilih di Indonesia, di Jakarta, Rabu (15/5/2013).
Proses kajian ini, kata Boni, menggunakan metode kualitatif, dan metode penghitungan Pedersen. Boni mengungkapkan, ada lima hal yang menyebabkan pemilih di Indonesia memiliki karakteristik volatile. Pertama, pemilih di Indonesia tidak memiliki referensi ideologis yang umumnya ada pada pemilih pemula dan pemilih parokial di daerah-daerah.
Kedua, dominasi iklan dan political branding yang dilakukan oleh partai politik di sejumlah media, baik media cetak, media elektronik, maupun media sosial. "Ketiga, lemahnya ideologi yang dimiliki partai politik itu sendiri," ungkapnya.
Alasan berikutnya, lanjut Boni, disebabkan adanya krisis informasi dan pengetahuan politik pemilih terhadap partai politik yang akan dipilih. "Terakhir, karena kekecewaan dan kejenuhan terhadap penampilan partai politik dan elit-elitnya. Misalnya karena kebijakan yang tidak populis, korupsi politik dan sebagainya," jelas Boni.
Meski memiliki kencederungan volatile, menurutnya, ada tiga partai politik yang telah memiliki basis masa baik berdasarkan ideologi maupun karena kaderisasi. Ketiga partai politik itu adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, dan Partai Keadilan Sejahtera.
"Tanpa kampanye, (ketiga) partai-partai ini akan mendapat suara dari para kader dan pemilih tradisionalnya," tandasnya.
Berikut volatilitas partai politik Pemilu 2004-2009:
1. Partai Golkar 2004 21,58 persen, 2009 14,45 persen. Tingkat volatilitas 7,13 persen;
2. PDIP, 2004 18,53 persen, 2009 14,03 persen. Tingkat volatilitas 4,51 persen;
3. PKB, 2004 10,57 persen, 2009 4,94 persen. Tingkat volatilitas 5,62 persen;
4. PPP, 2004 8,15 persen, 2009 5,32 persen. Tingkat volatilitas 2,84 persen;
5. Partai Demokrat, 2004 7,45 persen, 2009 20,85 persen. Tingkat volatilitas 13,4 persen;
6. PKS, 2004 7,34 persen, 2009 7,88 persen. Tingkat volatilitas 0,55 persen;
7. PAN, 2004 6,44 persen, 2009 6,01 persen. Tingkat volatilitas 0,43 persen;
8. PBB, 2004 2,62 persen, 2009 1,79 persen. Tingkat volatilitas 0,83 persen;
9. PKP dan partai-partai lain, 2004 17,32 persen, 2009 24,73 persen. Tingkat volatilitas 7,41 persen.