Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LPI: Pemilih Indonesia Cenderung Cinta Monyet

Kompas.com - 15/05/2013, 15:38 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Pemilih Indonesia, Boni Hargens mengatakan, para pemilih di Indonesia cenderung memiliki karakteristik volatile (pemilih sesaat). Pemilih seperti ini memiliki kebiasaan gemar bermigrasi saat memberikan dukungan kepada partai politik ketika pemilu dilaksanakan. Hal ini tergantung pada emosi yang tengah dirasakan oleh pemilih.

"Pemilih bisa berubah rasa cintanya, tergantung bagaimana emosinya, seperti cinta monyet," kata Boni saat memaparkan hasil kajian terhadap tingkat volatilitas pemilih di Indonesia, di Jakarta, Rabu (15/5/2013).

Proses kajian ini, kata Boni, menggunakan metode kualitatif, dan metode penghitungan Pedersen. Boni mengungkapkan, ada lima hal yang menyebabkan pemilih di Indonesia memiliki karakteristik volatile. Pertama, pemilih di Indonesia tidak memiliki referensi ideologis yang umumnya ada pada pemilih pemula dan pemilih parokial di daerah-daerah.

Kedua, dominasi iklan dan political branding yang dilakukan oleh partai politik di sejumlah media, baik media cetak, media elektronik, maupun media sosial. "Ketiga, lemahnya ideologi yang dimiliki partai politik itu sendiri," ungkapnya.

Alasan berikutnya, lanjut Boni, disebabkan adanya krisis informasi dan pengetahuan politik pemilih terhadap partai politik yang akan dipilih. "Terakhir, karena kekecewaan dan kejenuhan terhadap penampilan partai politik dan elit-elitnya. Misalnya karena kebijakan yang tidak populis, korupsi politik dan sebagainya," jelas Boni.

Meski memiliki kencederungan volatile, menurutnya, ada tiga partai politik yang telah memiliki basis masa baik berdasarkan ideologi maupun karena kaderisasi. Ketiga partai politik itu adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, dan Partai Keadilan Sejahtera.

"Tanpa kampanye, (ketiga) partai-partai ini akan mendapat suara dari para kader dan pemilih tradisionalnya," tandasnya.

Berikut volatilitas partai politik Pemilu 2004-2009:
1. Partai Golkar 2004 21,58 persen, 2009 14,45 persen. Tingkat volatilitas 7,13 persen;
2. PDIP, 2004 18,53 persen, 2009 14,03 persen. Tingkat volatilitas 4,51 persen;
3. PKB, 2004 10,57 persen, 2009 4,94 persen. Tingkat volatilitas 5,62 persen;
4. PPP, 2004 8,15 persen, 2009 5,32 persen. Tingkat volatilitas 2,84 persen;
5. Partai Demokrat, 2004 7,45 persen, 2009 20,85 persen. Tingkat volatilitas 13,4 persen;
6. PKS, 2004 7,34 persen, 2009 7,88 persen. Tingkat volatilitas 0,55 persen;
7. PAN, 2004 6,44 persen, 2009 6,01 persen. Tingkat volatilitas 0,43 persen;
8. PBB, 2004 2,62 persen, 2009 1,79 persen. Tingkat volatilitas 0,83 persen;
9. PKP dan partai-partai lain, 2004 17,32 persen, 2009 24,73 persen. Tingkat volatilitas 7,41 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

    Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com