Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saling Ngotot Eksekusi Susno, Potret Carut Marut Hukum Indonesia

Kompas.com - 25/04/2013, 10:05 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penolakan mati-matian Susno Duadji untuk menjalani hukuman setelah permohonan kasasinya ditolak Mahkamah Agung pada 22 November 2012, mengundang perdebatan hukum. Argumentasi yang disodorkan Susno dan tim pengacaranya maupun tim kejaksaan, sama-sama sahih. Kasus ini disebut sebagai cermin nyata banyaknya penyimpangan penerapan hukum, justru oleh para aparat penegak hukum.

"Ini adalah carut-marut hukum dan praktik hukum yang menyimpang tapi dianggap biasa," ujar Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Eddy OS Hiariej, saat dihubungi, Kamis (25/4/2013). Dia menegaskan argumentasi kedua belah pihak terkait kasus Susno memang memiliki payung hukum dan sudah menjadi kelaziman dalam praktik hukum di Indonesia.

Sayangnya, tambah Eddy, justru beragam 'penyimpangan' karena sudah larut dalam 'kebiasaan' praktik hukum justru paling kerap dilakukan Mahkamah Agung, sebagai pengadilan tertinggi dalam sistem hukum Indonesia. Semua carut-marut tersebut muncul dari kebiasaan praktik hukum, yang sebaliknya juga dipahami bahwa pengabaian atas beragam prosedur hukum yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak terancam sanksi apapun.

"Di KUHAP ada yang namanya lex imperfecta, yaitu aturan hukum yang tidak menyertakan sanksi bila tidak dilaksanakan," papar Edy. Dia mengatakan banyak vonis yang sama dengan kasus Susno dan benar-benar tidak dieksekusi. Sebaliknya, ada pula kasus serupa, tetapi terpidananya tetap menjalani hukuman. Kejaksaan memang bertugas mengeksekusi putusan hukum, tetapi pada praktiknya ketika tak melakukan eksekusi pun tak ada sanksi yang bisa dikenakan, yang sayangnya sering terjadi di Indonesia.

"Kasus Susno ini kan karena orangnya (populer)," kata Eddy. Pasal lex imperfecta banyak bertebaran di beragam peraturan perundangan, termasuk dalam setiap tahap penanganan perkara pidana, baik di tingkat penyidik, penuntut, maupun kehakiman.

Sebagai contoh paling baru, Eddy menyebutkan saat ini pengacara Anand Krishna tengah mengajukan gugatan praperadilan atas eksekusi Anand. Putusan terakhir Anand mencantumkan lamanya waktu hukuman yang harus dijalani tetapi tidak ada kalimat perintah penahanan.

Semua kasus-kasus putusan 'batal demi hukum' karena kesalahan dalam penulisan amar putusan, menurut Eddy, hadir sebelum ada putusan Mahkamah Konstitusi pada 22 November 2012 yang membatalkan ketentuan Pasal 197 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Semula, ayat ini menjadi dalil bahwa putusan tanpa menyertakan sederet pernyataan termasuk soal perintah penahanan sebagaimana diatur pasal 197 ayat 1 KUHP adalah batal demi hukum. Dengan putusan MK ini, putusan tak selalu mencantumkan perintah penahanan dan lama penahanan di dalam amarnya.

Susno gagal dieksekusi

Susno Duadji, terpidana kasus korupsi yang telah ditolak permohonan kasasinya, mati-matian menolak eksekusi. Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia ini pun tak sungkan meminta perlindungan pada Polda Jawa Barat agar jaksa tak bisa mengeksekusinya, Rabu (24/4/2013).

"Pak Susno menghubungi pada saat kejaksaan datang ke sana. Tentu kami akan melindungi. Dia bilang, Pak Kapolda, tolong lindungi saya," aku Kapolda Jawa Barat Irjen Tubagus Anis Angkawijaya, Rabu (24/4/2013) malam. Atas permintaan itu, Polda Jabar pun mengirimkan satu kompi pasukan ke rumah Susno, yang tiba sekitar pukul 15.00 WIB.

Dalih pengiriman pasukan ini adalah mengantisipasi keamanan. Apalagi, ujar Anis, saat itu telah berkumpul puluhan anggota Satgas Partai Bulan Bintang (PBB) Brigade Hizbullah untuk menghalangi eksekusi Susno. Kapolda Jabar ini pun mengatakan, menjadi kewajiban kepolisian untuk memberikan perlindungan bila ada warga negara yang meminta perlindungan tersebut.

Anis membantah perlindungan tersebut adalah upaya menghalangi penegakan hukum, dalam hal ini pelaksanaan eksekusi Susno Duadji. Tak cukup meminta perlindungan dari kepolisian daerah yang pernah dikomandaninya, Susno pun menghubungi Ketua Dewan Syuro PBB Yusril Ihza Mahendra.

Mahkamah Agung menolak pengajuan kasasi Susno, 22 November 2012. Meski tidak tercantum vonis hukuman yang harus dijalani dalam amar kasasi tersebut, penolakan atas permohonan kasasi berarti mengembalikan vonis yang harus dijalani Susno berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Susno divonis hukuman penjara tiga tahun dan enam bulan. Hakim menilai Susno terbukti bersalah dalam kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008.

Sebelum upaya paksa eksekusi kejaksaan yang gagal ini, Susno sudah tiga kali tak memenuhi panggilan eksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Dia bersikukuh menyatakan tidak dapat dieksekusi dengan berbagai alasan.

Alasan pertama penolakan eksekusi itu adalah ketiadaan pencantuman perintah penahanan dalam putusan kasasi MA. Susno berkilah MA hanya menyatakan menolak permohonan kasasi dan membebankan biaya perkara Rp 2.500.

Sedangkan alasan kedua penolakan eksekusi adalah penilaian bahwa putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta cacat hukum. Penilaian itu merujuk pada kesalahan penulisan nomor putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam amar putusan banding.

Dengan kedua argumen itu, Susno menganggap kasusnya telah selesai. Dia pun bersikukuh menolak eksekusi.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Eksekusi Susno Duadji

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

    JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

    Nasional
    Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

    Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

    Nasional
    Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

    Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

    Nasional
    Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

    Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

    Nasional
    Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

    Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

    Nasional
    Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

    Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

    Nasional
    Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

    Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

    Nasional
    Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

    Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

    Nasional
    KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    Nasional
    Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

    Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

    Nasional
    'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

    "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

    Nasional
    Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

    Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

    Nasional
    Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

    Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

    Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

    Nasional
    Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

    Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com