JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mendorong pelaksanaan sidang etik di lembaga negara dilakukan secara terbuka demi transparansi. MPR pun didorong melakukan sosialisasi ke lembaga negara terkait hal ini.
"Sekarang sebagian besar lembaga negara, sidang etiknya masih tertutup. Kalau DKPP terbuka, kalau ini bisa dipublikasikan MPR maka rule of ethics akan benar-benar menjadi pelengkap dari pada rule of law," ujar Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie dalam pertemuan dengan pimpinan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/4/2013).
Menurut Jimly, MPR sebenarnya bisa menerapkan TAP MPR nomor 6 tahun 2001 tentang pentingnya etika berbangsa. Saat ini, kata Jimly, banyak persoalan yang dihadapi bangsa lebih terkait dengan persoalan etika. Namun, penegakannya masih dinilai kurang. Dirinya juga mengatakan, sidang etik tertutup cenderung menghasilkan keputusan berupa sanksi ringan.
"Misalnya saja diminta untuk berhenti atau pensiun dini, daripada sanksi pemberhentian. Di IDI (Ikatan Dokter Indonesia), pasti akan melindungi dokter karena ada perasaan ewuh pakewuh di antara mereka," tutur Jimly.
Hal berbeda, katanya, terjadi jika sidang etik dilakukan secara terbuka seperti yang dilakukan Komisi Yudisial dalam kasus Ahmad Yamanie yang terlibat skandal suap. "Saat sidang dilakukan secara terbuka dalam kasus Yamanie, hasilnya kan langsung pemberhentian," kata Jimly.
"Kami berharap persoalan etika ini, mengambil contoh etika kepemiluan, dan etika dalam kehidupan berbangsa," lanjut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Menanggapi saran ini, Ketua MPR Taufiq Kiemas menilai bahwa saran tersebut baik. Menurutnya, etika tidak hanya menjadi pelajaran saat kanak-kanak tapi juga perlu menjadi pelajaran para pemimpin negeri ini. Taufiq mengatakan akan membuat kajian terhadap usulan DKPP ini.
"Kami akan membuat satu study dulu, mengadakan diskusi grup antara MPR dengan DKPP, terus meluas mengajak yang lain masalah budi pekerti," imbuh politisi PDI Perjuangan ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.