Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paspor Diambil, Anas Merasa Diistimewakan

Kompas.com - 28/02/2013, 17:29 WIB
Sabrina Asril, Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum merasa diistimewakan dalam proses penanganan kasus dugaan korupri proyek Hambalang. Sebagai tersangka, dia merasa diistimewakan karena paspornya tidak hanya ditarik, tetapi petugas Imigrasi bahkan harus mendatangi kediamannya untuk mengambil paspor itu.

"Beda atau tidak beda buat saya sama saja. Contohnya begini, ini yang sederhana yah, siapa yang dicekal tidak pernah paspornya dijemput di rumah. Tapi Anas diistimewakan," ujar Anas dalam wawancara khusus dengan Kompas TV, di kediamannya, Duren Sawit, Jakarta, Kamis (287/2/2013). Dia menjelaskan bahwa hal yang tidak lazim terjadi padanya lantaran para petugas imigrasi langsung mendatangi rumah untuk mengambil paspor dan memberikan surat pencegahan.

Apalagi, kata Anas, Menteri Hukum dan HAM yang membawahi imigrasi adalah Amir Syamsuddin yang merupakan Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat. "Iya, pak Amir Syarifuddn dari Partai Demokrat. Justru karena itu istimewa," kata Anas.

Anas siap ditahan

Anas pun mengaku sudah mendengar rumor kabar penahanannya setelah ditetapkan sebagai tersangka. Rumor itu, sebutnya, sudah didengarnya sejak tiga hari lalu. "Katanya, rumornya, mau segera dijemput di rumah. Kenapa? Karena rumahnya ramai terus. Tapi saya nggak tahu namanya juga rumah. Ya rumor tidak perlu ditanggapi," kata mantan Ketua Umum PB HMI ini.

Anas pun menyatakan siap ditahan KPK. "Itu kewenangan KPK. Mau besok, dua hari lagi, enam bulan lagi, dua tahun lagi," ujar dia. Anas pun menyinggung selama ini KPK bisa langsung menahan tersangka, bisa menunggu dua bulan hingga enam bulan, tapi sebaliknya ada juga yang enam bulan bahkan dua tahun diperiksa pun belum.

KPK menjerat Anas dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penetapan Anas sebagai tersangka ini diresmikan melalui surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 22 Februari 2013. Sprindik atas nama Anas tersebut, kata Johan, ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Anas mundur dari Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus keluar dari partai itu. Ia menuding bahwa penetapan tersangka terhadap dirinya karena adanya tekanan politik.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Krisis Demokrat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    [POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

    [POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

    Nasional
    Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Nasional
    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    Nasional
    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Nasional
    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    Nasional
    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    Nasional
    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasional
    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    Nasional
    Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

    Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

    Nasional
    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Nasional
    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Nasional
    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Nasional
    Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Nasional
    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com