JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idha Budhiati memaparkan tiga alasan utama mengapa KPU tidak meloloskan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Senin (11/2/2013), KPU memutuskan tidak meloloskan PKPI menjadi peserta Pemilu 2014, berseberangan dengan putusan Badan Pengawas Pemilu Nomor 012/SP-2/set.Bawaslu/I/2013.
"Dalam pertimbangan hukumnya kami menemukan beberapa catatan menyangkut kerja profesionalisme Bawaslu," terang Ida di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Senin (11/2/2013). Persoalan pertimbangan yuridis ini menjadi dasar pertama KPU memutuskan tak meloloskan PKPI menjadi peserta pemilu.
Dalam Undang-undang nomor 8 tahun 2012, sebut Ida, terdapat salah satu ayat yang mewajibkan Bawaslu menyelesaikan sengketa Pemilu dalam mekanisme yang akuntabel dan transparan. Namun, di samping itu, Bawaslu tidak memiliki wewenang untuk menguji Peraturan KPU terhadap norma UU.
Tapi, kata Ida, Bawaslu melompat dari tahapannya dengan mengoreksi hasil verifikasi faktual yang berkaitan dengan keterpenuhan keterwakilan perempuan di Provinsi, Kabupaten/Kota. Apa yang sudah dinyatakan tak memenuhi syarat oleh KPU, ujar dia, diubah menjadi memenuhi syarat oleh Bawaslu.
"Bawaslu tidak sejalan atau sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 8 tahun 2012. Pendapat demikian tidak diikuti pembatalan peraturan KPU. Karena memang Bawaslu tidak mempunyai kompetensi untuk membatalkan peraturan KPU. Jadi dari sisi logika hukum, peraturan kami masih berlaku dan belum dinyatakan batal oleh lembaga hukum," terangnya.
Alasan kedua, terang Ida, adanya perbedaan penilaian terhadap keterangan KPU provinsi. Dalam kasus PKPI, hal itu terjadi khsusnya di Jawa Tengah. Di Kabupaten Klaten, keterangan KPU Provinsi bisa diterima dan dinilai sebagai alat bukti.
Namun, di Kabupaten Grobogan, Bawaslu menyatakan bahwa keterangan KPU Provinsi itu tidak mempunyai nilai pembuktian. Sebab, KPU Provinsi tersebut dianggap tidak mengalami, mendengar atau melihat sendiri proses verifikasi faktual di wilayah setempat. "Jadi khusus Kabupaten Grobogan diposisikan sebagai saksi. Ini ada inskonsistensi dalam menilai keterangan KPU Provinsi. Padahal satu Kabupaten dalam provinsi yang sama," ujar Ida.
Alasan ketiga, lanjut Ida, terkait bukti-bukti yang diserahkan oleh pemohon dan termohon. Di daerah Sumatera Barat dan empat Kabupaten Kota, alat bukti yang diserahkan pada Bawaslu tidak cukup dipertimbangkan dalam putusan. Namun, dalam kasus lain berbeda. "Tapi justru alat bukti dari pihak termohon yang tidak pernah disampaikan di muka persidangan, tidak juga muncul dalam keputusan Bawaslu, itu malah menjadi pertimbangan hukum yang digunakan untuk mengabulkan permohonan pemohon," jelas Ida.
Atas dasar tiga alasan itulah, KPU tidak dapat meloloskan PKPI menjadi peserta Pemilu 2014. Berdasarkan ketentuan Pasal 258 ayat (1) dan 259 ayat (1) Undang-undang nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, disebutkan pula bahwa Bawaslu berwenang menyelesaikan sengketa Pemilu, dengan keputusan terakhir dan mengikat. Perkecualian diberikan untuk sengketa pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta pemilu dan daftar calon tetap DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten atau kota.
Berita terkait dapat dibaca pada topik: Geliat Politik Jelang 2014
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.